"Waktu itu saya sedang memeriksa tekanan darah pasien, tiba-tiba dengan spontan dia memegang bagian tubuh terlarang saya," jelasnya.
Ia langsung menegur pasien dengan suara tegas, menjelaskan bahwa perbuatannya salah dan tidak boleh diulangi.
Kresensia, yang menjabat sebagai Kepala Ruangan Hiwatu, ruangan khusus untuk pasien laki-laki kelas I, II, III, dan GMO telah bekerja di RSJ Naimata sejak tahun 2019.
Meskipun penuh tantangan, ia tetap berkomitmen menjalankan tugasnya dengan penuh kesabaran dan dedikasi dalam merawat pasien-pasien dengan gangguan kejiwaan.
Baca juga: Kenakan Seragam Polisi Remaja di Kupang NTT Curi Motor, Polres Kupang: Gangguan Jiwa
40-50 Pasien Per Hari
Direktur RSJ Naimata, dr. Aletha D. Pian, MPH, mengungkapkan, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) setiap harinya melayani 40-50 pasien melalui Poliklinik, Unit Gawat Darurat (UGD), serta ruang rawat inap.
Menurut dr. Aletha, pasien yang datang berobat bervariasi. Dari total pasien yang diterima, sekitar lima orang setiap hari datang untuk meminta surat keterangan kesehatan rohani. Sementara sisanya merupakan pasien yang menjalani kontrol kesehatan rutin kejiwaan.
Saat ini, kata dia, terdapat 25 pasien dengan gangguan jiwa yang menjalani perawatan inap, dengan jumlah terbesar berada di ruang kelas laki-laki.
Lanjut kata dia, pelayanan di UGD RSJ Naimata dimulai oleh dokter umum, sebelum dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh dokter spesialis kejiwaan untuk menentukan apakah pasien perlu dirawat inap atau tidak.
Saat ini, RSJ Naimata memiliki dua dokter spesialis kejiwaan dan lima dokter umum, namun dr. Aletha menekankan bahwa jumlah dokter spesialis masih kurang.
"Kami membutuhkan minimal tiga dokter spesialis, tapi masih terkendala oleh keterbatasan dokter spesialis kejiwaan di Kupang," ujarnya, Senin (23/9) di ruang kerjanya.
Ia berujar, sebagian besar pasien yang dirawat di RSJ Naimata menggunakan BPJS Kesehatan. Namun, dr. Aletha mengakui adanya kendala administrasi terkait persyaratan BPJS, di mana pasien harus hadir secara langsung untuk pengambilan sidik jari.
"Jika pasien tidak datang, BPJS tidak akan menanggung biaya obat, sehingga pasien harus membayar sendiri," jelasnya.
Selain itu, RSJ Naimata juga menghadapi tantangan dalam sarana dan prasarana, terutama dalam hal keamanan.
dr. Aletha mengungkapkan pagar rumah sakit yang tidak memadai menjadi penyebab utama pasien sering kabur.