Erupsi Gunung Lewotobi Laki laki

Ekonomi Sulit, Penyintas Lewotobi di Hunian Sementara Sulit Beli Listrik non Subsidi

Aktivitas ekonomi masyarakat penyintas erupsi Gunung Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, masih merangkak

Penulis: Paul Kabelen | Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
PENYINTAS-Sejumlah penyintas korban erupsi Gunung Lewotobi swadaya membangun dapur di pengungsian Huntara III, Desa Konga, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur, Kamis (30/10/25).    

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Aktivitas ekonomi masyarakat penyintas erupsi Gunung Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, masih merangkak atau belum berjalan normal.

Pantauan wartawan selama beberapa pekan, penyintas di pengungsian Hunian Sementara (Huntara) Desa Konga, Kecamatan Titehena, membuka sejumlah usaha kios, jual ikan keliling, jual tuak putih atau minuman tradisional.

Meski usahanya sudah mulai berjalan, namun pendapatan masih belum signifikan. Jika ditilik lebih jauh, faktor untuk mendorong perputaran uang di Huntara dipengaruhi oleh produktivitas petani.

Sementara itu, berdasarkan temuan wartawan, petani kehilangan pendapatan karena tanaman kelapa, kakao, dan mete yang menjadi komoditi andalan sudah hangus akibat abu vulkanik.

 

Baca juga: PDRB di Kawasan Manggarai Raya dan Ngada Triwulan II 2025 Tumbuh Positif

 

 

"Kami hanya panen buah kelapa yang masih tersisah saja. Yang muncul bunga untuk buah baru itu mungkin susah sekali," ungkap Petrus Kopo Manuk, petani asal Desa Hokeng Jaya yang mengungsi di Huntara III, pada Kamis, 30 Oktober 2025.

Gagal panen bagi yang bermata pencaharian petani menyebabkan daya beli menjadi lesuh. Pengusaha minim pendapatan. Pembeli lebih banyak mereka yang berpenghasilan tetap, sementara ASN atau pegawai di sana bisa terhitung dengan jari.

"Mau beli juga harus pikir-pikir, musti bedakan antara kebutuhan dan keinginan," pungkasnya.

Petrus serta para penyinyas yang bukan ASN atau pegawai upah bulanan sulit membiayai hidup di pengungsian, termasuk membeli token listrik yang kini sudah ke non subsidi.

Petrus menceritakan, awal-awal menempati Huntara III akhir bulan Agustus 2025, mereka masih difasilitasi listrik bersubsidi atau gratis.

"Kami sulit beli listrik, keuangan sedang tidak baik. Bukan hanya saya, tetapi hampir semua orang di huntara ini," ucapnya.

Meteran ini dipasang di setiap kopel Huntara. Satu kopel ada satu meteran untuk lima unit kamar. Lima kamar ini memiliki daya listrik 900 watt. Setiap dua pekan mereka patungan uang Rp 100.000 sampai Rp 150.000 dan bertahan sekitar dua minggu.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved