Penjual Periuk Tanah di Maumere
Antonius, Penjual 'Unu Tana Wolokoli': Dulu Pikul Keliling, Kini Bertahan di Tengah Badai Peminat
Di tengah hiruk pikuk Pasar Wairkoja, Desa Wairkoja, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, tampak seorang pria paruh baya bernama Antonius
"Hanya boleh kaum perempuan, yang laki-laki hanya bisa untuk mengumpulkan kayu bakar," tutur Dus.
Oleh karena itu, sang istri dan saudari perempuannya yang bertugas membuat gerabah, sementara ia menjualnya. Bahkan ada pantangan wilayah, bahan baku tanah liat hanya boleh diambil dari daerah Wolokoli sendiri.
Harga periuk tanah telah melonjak drastis. Jika dahulu dihargai Rp 2.500, kini harganya berkisar antara Rp 350.000 hingga Rp 400.000 untuk ukuran besar yang biasa digunakan memasak moke. Dalam sekali produksi, ia bisa menghasilkan 3 hingga 4 buah gerabah dalam waktu 3 hari, termasuk proses pembakaran.
Namun, ayah dari enam anak ini mengaku penjualan kian sulit. Ia mengeluhkan peralihan para petani moke yang kini mulai meninggalkan periuk tanah dan beralih menggunakan alat masak lain seperti dandang atau drum. "Kalau dulu semata-mata menggunakan periuk tanah, sekarang kekurangan peminat," keluhnya.
Dus mengaku kecewa atas penurunan minat ini. Ia juga khawatir terhadap masa depan kerajinan ini. "Anak muda sekarang sudah jarang sekali ada yang punya niat untuk mempelajari pembuatan periuk tanah," ujarnya cemas, khawatir warisan leluhur ini sewaktu-waktu akan hilang.
Pusat Produksi yang Kian Menciut
Kekhawatiran Dus semakin beralasan mengingat sentra penghasil periuk tanah di Desa Wolokoli telah menyusut. Awalnya ada tiga dusun yang memproduksi gerabah, namun kini hanya tersisa satu dusun yaitu Dusun Wu’u, dengan hanya beberapa orang yang masih bertahan sebagai pengrajin.
Menurunnya daya beli masyarakat menjadi faktor utama yang membuat banyak orang memilih meninggalkan pekerjaan ini.
Meski menghadapi tantangan, usaha berjualan periuk tanah ini tetap menjadi tumpuan hidup Dus. "Kami orang Wolokoli berharap dari pembuatan periuk tanah. kalau macam saya hanya berharap dari membuat periuk tanah saja," katanya.
Bagi Dus, hasil penjualan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk membantu biaya sekolah anak dan keperluan lainnya.
Ia berharap, tradisi pembuatan periuk tanah yang telah menghidupi banyak keluarga di Wolokoli dapat terus lestari dan mendapat perhatian, agar cerita dan keterampilan yang diturunkan oleh leluhur tidak terhenti pada generasi ini.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
| Simak Harga Barang di Pasar Baru Labuan Bajo Manggarai Barat, Tempat Strategis dan Harga Ekonomis |
|
|---|
| Tuntut Dokter Anestesi, Mahasiswa Turunkan Bendera Merah Putih di Kantor Bupati Sikka |
|
|---|
| LIVE STREAMING Sidang Perkara Prada Lucky Namo di Pengadilan Militer Kupang |
|
|---|
| Pratu Kanisius Wae Sebut Terdakwa Danki Lettu Ahmad Faisal Lihat Prada Lucky Namo Disiksa |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/flores/foto/bank/originals/Periuk-tanah-di-Maumere.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.