Berita NTT

Antara Tradisi dan Regulasi: Pendapat Melchias Markus Mekeng Terkait Polemik Penyitaan Moke di NTT

Minuman tradisional khas Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dikenal dengan sebutan moke kembali menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul

Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/HO-SCREENSHOT AKUN TIKTOK @JUVENTUSPYKAGO
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Marcus Mekeng memberikan wejangan atau pesan kepada Bupati dan Wakil Bupati Sikka Terpilih Periode 2025-2030, Juventus Prima Yoris Kago dan Simon Subandi Supriadi. 

TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA-Anggota DPR RI Melchias Markus Mekeng menyampaikan pandangannya perihal aksi penyitaan minuman tradisional moke atau arak yang marak dilakukan oleh polisi di NTT awal Novermber 2025. 

Mekeng menanggapi pernyataan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, yang menegaskan bahwa secara hukum moke merupakan minuman beralkohol dan perlu dikendalikan peredarannya.

Menurut Mekeng, dalam berbagai kesempatan, moke hasil penyulingan nira lontar atau enau telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat NTT. Ia hadir dalam upacara adat, pesta panen, pernikahan, maupun prosesi rekonsiliasi antarwarga. Moke bukan sekadar minuman, melainkan simbol persaudaraan, penghormatan, dan keseimbangan dalam adat.

Namun di sisi lain, Kapolda NTT menekankan pentingnya masyarakat memahami aspek hukum dan kesehatan dari konsumsi minuman beralkohol. 

Baca juga: Anak Muda Asal Kota Ruteng Raih Juara I Lomba Seduh Kopi Manual di Labuan Bajo

 

 

Melchias Markus Mekeng sebagai salah satu tokoh nasional NTT, hukum seharusnya tidak dibuat untuk meniadakan nilai-nilai budaya masyarakat, tetapi untuk mengayomi dan menata kehidupan bersama berdasarkan asas keadilan sosial.

Lebih lanjut, anggota DPR/MPR RI, Melchias Markus Mekeng, mengingatkan bahwa semangat hukum mestinya berpijak pada asas “vox populi suprema lex” suara rakyat adalah hukum tertinggi.

Artinya, kebijakan dan penegakan hukum harus berangkat dari nilai, aspirasi, dan kearifan yang hidup dalam masyarakat.

Dalam konteks NTT, moke merupakan ekspresi identitas dan solidaritas sosial yang telah melekat dalam kehidupan rakyat, sehingga perlu ditempatkan secara proporsional sebagai warisan budaya nonmaterial, bukan sekadar produk beralkohol yang dilarang.

"Polda NTT harus membuka ruang dialog dengan tokoh adat, pemerintah daerah, dan lembaga kebudayaan untuk mencari jalan tengah. Upaya ini diharapkan dapat melahirkan model regulasi yang menghormati nilai-nilai adat tanpa mengabaikan aspek hukum dan kesehatan masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, 10 November 2025.

Sebagai warisan budaya, moke memiliki nilai simbolik dan spiritual yang tak ternilai. Namun sebagai minuman beralkohol, penggunaannya tetap memerlukan kesadaran, batasan, dan tanggung jawab bersama. Diskursus ini menjadi momentum untuk menegaskan bahwa hukum dan kearifan lokal tidak harus saling meniadakan — keduanya dapat berjalan seiring demi menjaga martabat budaya serta kesejahteraan masyarakat NTT.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
 
 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved