Sidang Kasus Prada Lucky Namo

20 Orang Memukul Satu Orang Masing-Masing Empat Kali, Ahli: Itu Bisa Mematikan

Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025), dengan

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/YUAN LULAN
KESAKSIAN-Deddy Manafe, dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana yang juga merupakan ahli hukum pidana militer yang menerangkan sebagai saksi ahli dalam sidang kasus Prada Lucky (17/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Sidang lanjutan di Pengadilan Militer III-15 Kupang (17/11/2025) menghadirkan saksi ahli pidana militer, Deddy Manafe.
  • Ahli menjelaskan bahwa pembinaan fisik dalam militer memang ada, mulai dari teguran keras hingga hukuman fisik ringan.
  • Pembinaan harus terukur, memperhatikan kondisi fisik prajurit, dan tidak boleh membahayakan nyawa.

 


Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Senin (17/11/2025), dengan agenda pemeriksaan saksi ahli. 

Pada sidang tersebut, majelis hakim menghadirkan ahli pidana militer, Deddy Manafe, untuk memberikan keterangan terkait batasan pembinaan serta tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dalam aturan militer.

Dalam penjelasannya, Deddy Manafe menegaskan bahwa dalam dunia militer memang dikenal adanya tindakan pembinaan fisik yang bersifat mendisiplinkan, mulai dari teguran keras hingga hukuman fisik ringan. 

Baca juga: Kota Kupang Genjot Deteksi Dini Malnutrisi Akut, PAUD Jadi Lokomotif Pencegahan

Namun, seluruh tindakan pembinaan tersebut wajib dilakukan secara terukur, mempertimbangkan kondisi fisik prajurit yang dibina, serta tidak boleh sampai menimbulkan risiko membahayakan nyawa.

“Dalam pembinaan bisa saja digunakan tangan kosong, sabuk, atau alat lain. Itu hal yang biasa. Tapi atasan harus melihat kondisi bawahan. Kalau yang dibina sudah terengah-engah atau menunjukkan tanda bahaya, tindakan harus segera dihentikan,” jelasnya di ruang sidang.

Deddy kemudian menekankan batasan paling krusial dalam pembinaan fisik: keselamatan prajurit. Ia memberikan ilustrasi tegas tentang potensi bahaya jika pembinaan dilakukan secara berlebihan dan tanpa kendali.

“Kalau 20 orang memukul satu orang masing-masing empat kali, itu bisa mematikan. Di situ tugas atasan memastikan keselamatan. Kalau pukulan ke-30 orang itu sudah terengah-engah atau pingsan, seharusnya pembinaan dihentikan,” tegasnya.

Menurut ahli, dalam konteks penerapan Pasal 131 yang dibahas dalam persidangan, suatu tindakan dapat masuk kategori pelanggaran apabila pembinaan dilakukan tidak terukur, berlebihan, dan mengabaikan keselamatan hingga menimbulkan akibat fatal. 

Ia menambahkan bahwa setiap bentuk pembinaan fisik harus tetap berada dalam koridor kemanusiaan dan selaras dengan prosedur militer yang berlaku.

Namun, ia menegaskan bahwa pendapat yang ia sampaikan bersifat normatif dan tidak berkaitan langsung dengan fakta-fakta kejadian di lapangan. 

“Saya tidak berada di lokasi dan tidak mengetahui detail peristiwa yang menimpa Prada Lucky. Keterangan saya murni pandangan akademis dan normatif,” ujar Deddy. (uan)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved