Sidang Ferdy Sambo Cs
Sidang Ferdy Sambo, Pengacara Protes, Ini Tujuh Poin Penting Dakwaan Kepada Sambo
Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, saat sidang perdana kasus tersebut
TRIBUNFLORES.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, saat sidang perdana kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin 7 Oktober 2022.
Ada 7 poin penting dakwaan dalam sidang perdana Ferdy Sambo yang dipimpin oleh Wahyu Iman Santosa sebagai hakim ketua. Sementara itu, Donny M Sany, Rudy Irmawan, Sugeng Hariadi dan Fadjar sebagai jaksa penuntut umum.
Sementara itu pihak pengacara Ferdy Sambo menyatakan keberatan dan protes terhadap dakwaan. Salah satu keberatan pengacara Ferdy Sambo yakni bahwa Ferdy Sambo menembak langsung kepala Brigadir J.
Rasamala Aritohang, pengacara Ferdy Sambo, mengatakan, yang menembak langsung kepala Brigadir J adalah Bharada E.
Baca juga: Sidang Fredy Sambo, Respon dan Harapan Suster Ika dan Siflan Aktivis Kemanusiaan di Maumere Sikka
Menurut kuasa hukum Ferdy Sambo Setidaknya ada lima poin yang hanya berdasarkan keterangan Bharada Richarad Eliezer alias Bharada E.
"Surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak terang atau obscuur libel karena hanya didasarkan Pada satu keterangan saksi Richard Eliezer," ujar Sarmauli Simangunsong dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022), dikutip dari Tribunnews.
Kelima poin tersebut rinciannya adalah terkait keterlibatan Putri Candrawathi.
Adapun istri Ferdy Sambo itu terseret kasus pembunuhan berencana karena alasan ikut mendengar pembicaraan suaminya dengan Bharada E.
"Putri Candrawathi yang langsung keluar dari kamarnya menuju sofa dan duduk di samping saksi Ferdy Sambo. Sehingga ikut terlibat dalam pembicaraan antara Ferdy Sambo dan saksi Richard Eleizer," ungkapnya.
Kemudian, poin selanjutnya mengenai mendengar kesedian dan kesiapan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Dalam dakwaan itu, Putri disebut turut menyaksikan Ferdy Sambo menyerahkan satu kotak peluru kaliber 9 mm kepada Bharada E.
Ketiga, Ferdy Sambo disebut menyampaikan berulang kali perencanaan penembakan terhadap Brigadir J.
Lalu, menjelaskan skenario yang kliennya buat.
Baca juga: Uskup Larantuka Tahbiskan Dua Imam Baru Keuskupan Larantuka
"Terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan berulang kali perencanaan penembakan terhadap korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dan menjelaskan alasan saksi Richard Eliezer untuk menembak korban Nopriansyah Yosua Hutabarat, dengan skenarionya," ungkapnya.
Keempat terkait Bharada E menyerahkan senjata api HS milik Brigadir J kepada Ferdy Sambo yang sudah menggunakan sarung tangan warna hitam sebagai bagian dari persiapan pelaksanaan merampas nyawa Brigadir J.
Kelima, Ferdy Sambo disebut sudah mengetahui aksi penembakan itu dapat berujung dengan pidana.
"Terdakwa Ferdy Sambo yang sudah mengetahui jika menembak dapat merampas nyawa, berteriak dengan suara keras kepada saksi Richarad Eliezer dengan mengatakan 'Woy! kau tembak! kau tembak cepat! Cepat woy kau tembak!'," kata Sarmauli.
Melansir Tribunnews.com, berikut tujuh poin penting dakwaan terhadap Ferdy Sambo
1. Putri Candrawathi Sengaja Giring Brigadir J ke Duren Tiga Untuk Dieksekusi
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi diduga sengaja menggiring Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, untuk dieksekusi.
Baca juga: Sidang Fredy Sambo, Respon dan Harapan Suster Ika dan Siflan Aktivis Kemanusiaan di Maumere Sikka
Hal itu terungkap dalam persidangan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Dalam sidang itu, Ferdy Sambo dihadirkan secara langsung ke dalam persidangan.
Putri secara sadar menjalankan rencana pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo dan membantu membawa Brigadir J ke lokasi eksekusi.
"Di situlah letaknya saksi Putri Candrawathi peranannya sangat diperlukan untuk mengajak serta korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat menuju ke rumah dinas Duren Tiga No. 46," kata Jaksa saat membaca surat dakwaan.
Saat itu, Putri mengajak Brigadir J ke Duren Tiga dengan alasan isolasi mandiri setelah melaksanakan pemeriksaan PCR. Padahal, ajakan itu merupakan bagian rencana Ferdy Sambo untuk mengeksekusi Brigadir J.
"Terdakwa Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi tahu persis korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat pasti berada tidak jauh dari saksi Putri Candrawathi, kemudian terdakwa Ferdy Sambo memberitahu saksi Putri Candrawathi untuk mengajak saksi Ricky Rizal Wibowo, Saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E), saksi Kuat Maruf dan kroban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dengan alasan akan melakukan isolasi mandiri di rumah dinas Duren Tiga No. 46," ungkap Jaksa.
Tak hanya itu, Putri juga disebut hadir saat Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan di Lantai 3 rumah pribadinya di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Putri Candrawathi turut terlibat dalam pembuatan rencana, mendengar dan ikut menjadi pelaksana pembunuhan Bgiradir J.
Baca juga: Wamen Hadiri Gradasi di Labuan Bajo, Tempat Wisata Kotor Tidak Diminati Wisatawan
2. Hadiah iPhone 13 Promax dan Janjikan Uang total Rp 2 Miliar
Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, adanya pemberian hadiah dari Ferdy Sambo bersama istrinya kepada Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf seusai mengeksekusi Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J hingga tewas.
Tak hanya itu iPhone 13 Promax yang diberikan juga sebagai pengganti handphone pada tersangka yang sudah dirusak guna menghilangkan barang bukti.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam dakwaa Ferdy Sambo yang dibacakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Adapun hadiah yang diberikan oleh Ferdy Sambo yakni berupa masing-masing satu unit iPhone 13 Promax.
"Kemudian terdakwa Ferdy Sambo memberikan handphone merek iPhone 13 pro max sebagai hadiah untuk mengganti handphone lama yang telah dirusak atau dihilangkan agar jejak komunikasi peristiwa merampas nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat tidak terdeteksi," kata jaksa dalam dakwaannya yang dibacakan, Senin (17/10/2022).
Baca juga: LIVE STREAMING : Sidang Perdana Ferdy Sambo Kasus Pembunuhan Brigadir J
Tak cukup di situ, para tersangka itu juga sempat disodorkan beberapa amplop dengan isi yang berbeda.
Di mana untuk Bharada Richard Eliezer disiapkan uang senilai Rp1 Miliar, sedangkan untuk Bripka Ricky Rizal dan Kuwat Maruf masing-masing dijanjikan uang Rp 500 miliar.
"Kemudian saksi Ricky Rizal, saksi Richard Eliezer dan saksi Kuat Ma'ruf duduk dihadapan Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi, kemudian terdakwa memberikan amplop putih yang berisikan mata uang asing (dollar)," kata jaksa.
"Kepada saksi Ricky Rizal dan saksi Kuat Ma'ruf dengan nilainya masing-masing setara dengan Rp500 juta sedangkan saksi Richard Eliezer dengan nilai setara Rp1 Miliar," tambahnya.
Namun amplop berisi uang tersebut tidak langsung diberikan oleh Ferdy Sambo.
Jaksa menyebut, uang itu akan diserahkan kepada para tersangka oleh Ferdy Sambo rencananya pada bulan Agustus setelah kasus dinyatakan aman oleh para tersangka.
Baca juga: Pangan Lokal Menyatukan Empat Suku Besar di Desa Gunung Sari Pulau Pemana Sikka
Namun belum sempat uang itu diberikan, kasus tewasnya Brigadir J tersebut terungkap oleh kepolisian dan bahkan mendapat perhatian khusus masyarakat.
"Amplop yang berisikan uang tersebut diambil kembali oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan janji akan diberikan pada bulan Agustus 2022 apabila kondisi sudah aman," jelas jaksa.
3. Brigadir J Masih Bergerak Seusai Ditembak Bharada E, Dihabisi Ferdy Sambo
Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih bergerak kesakitan seusai ditembak oleh Bharada Richard Eliezer alias Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal itu terungkap dalam persidangan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Dalam sidang itu, Ferdy Sambo dihadirkan secara langsung ke dalam persidangan.
Awalnya, Bharada E melepas tembakan terlebih dahulu saat proses eksekusi terhadap Brigadir J. Total, ada tiga atau empat kali tembakan yang diletuskan oleh ajudan Sambo tersebut.
Adapun Bharada E menggunakan pistol jenis Glock-17 saat menembak Brigadir J. Pistol itu diberikan oleh Ferdy Sambo seusai Bharada E sepakat mau menjadi eksekutor.
"Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat jatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah," kata Jaksa saat membaca surat dakwaan.
Jaksa mengungkapkan bahwa penembakan terhadap Bharada E itu mengakibatkan sejumlah luka tembak masuk di tubuh Brigadir J.
Baca juga: Kepala Desa Boa Ceritakan Kronologi Perahu Tenggelam di Rote Ndao NTT
Di antaranya, dada sisi kanan, bahu kanan, bibir sisi kiri, dan lengan bawah kiri bagian belakang. Akibatnya, Brigadir J tegeletak di dekat tangga dalam kondisi masih bergerak dan kesakitan.
"Ferdy Sambo menghampiri Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tergeletak di dekat tangga depan kamar mandi dalam keadaan tertelungkup masih bergerak-gerak kesakitan," ungkap Jaksa.
4. Kuat Maruf Bawa Pisau Saat Giring Brigadir J ke Hadapan Ferdy Sambo
Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan Kuat Ma'ruf sempat memegang pisau saat membawa Brigadir Yosua (Brigadir J) ke hadapan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Hal itu diungkapkan jaksa saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Awalnya, jaksa mengatakan sekira pukul 17.12 WIB Kuat Ma'ruf memanggil Bripka Ricky Rizal untuk menghadap ke Sambo di Rumah Dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Om, dipanggil Bapak sama Yosua," kata Kuat Ma'ruf.
Karena itu, Ricky Rizal pun menghampiri Brigadir J yang berada di halaman samping rumah untuk memberitahu bahwa dirinya dipanggil Sambo.
Atas perintah itu, Brigadir yang tak merasa curiga akan terjadi penembakan akhirnya mengikuti begitu saja masuk ke dalam rumah.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 17 Oktober 2022, Memperoleh Keselamatan Hidup yang Kekal
Setelah memanggil Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf sempat membawa pisau saat mengawal Brigadir J ke hadapan Sambo.
Saat itulah Kuat Ma'ruf membawa pisau guna berjaga-jaga bila terjadi perlawanan dari Brigadir J.
"Saksi Kuat Ma'ruf masih membawa pisau dalam tas selempangnya untuk berjaga-jaga apabila terjadi perlawanan dari korban Yosua," ucap jaksa.
5. Ferdy Sambo Sempat Ditodong Pistol oleh Adzan Romer
Ferdy Sambo ternyata sempat ditodong pistol ajudannya sendiri seusai membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Ajudan itu diketahui bernama Adzan Romer.
Hal itu terungkap dalam persidangan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Dalam sidang itu, Ferdy Sambo dihadirkan secara langsung ke dalam persidangan.
Insiden itu bermula saat Ferdy Sambo telah selesai mengeksekusi Brigadir J di Rumah Dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Usai kejadian itu, Sambo keluar dari rumah melalui pintu dapur menuju garasi.
Saat itulah, Ferdy Sambo tak sengaja berpapasan dengan Adzan Romer. Kala itu, Romer tengah akan masuk ke dalam rumah karena kaget mendengar adanya suara tembakan.
"(Saksi Adzan Romer) secara spontan menodongkan senjata apinya ke arah terdakwa Ferdy Sambo, dan Ferdy Sambo mengatakan kepada saksi Adzan Romer, 'ibu di dalam'," kata Jaksa saat membaca surat dakwaan.
Setelah itu, Adzan Romer pun masuk ke dalam rumah dinas Ferdy Sambo dan bertemu dengan Bharada E.
Ferdy Sambo pun kembali masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Bharada E dan Romer.
Ferdy Sambo kemudian menjelaskan terkait skenario rekayasa baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E. Hal itu karena Brigadir J telah melecehkan istrinya Putri Candrawathi.
Ferdy Sambo pun sempat menyalahkan Adzan Romer karena tidak bisa menjaga istrinya.
"Sambo kembali berpura-pura melayangkan sikutnya ke arah Adzan Romer dan berkata, 'kamu tidak bisa menjaga ibu!'," ungkap Jaksa.
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Darah di Sikka, Kelompok Kaum Bapak di Paroki Habi Donor Darah
6. Putri Candrawathi Punya 4 Kali Kesempatan Cegah Pembunuhan Brigadir J
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi memiliki 4 kali kesempatan untuk mencegah pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Namun, dia tidak mencegah niat jahat sang suami.
Hal itu terungkap dalam persidangan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Dalam sidang itu, Ferdy Sambo dihadirkan secara langsung ke dalam persidangan.
Jaksa mengungkapkan bahwa kesempatan pertama adalah saat Ferdy Sambo mendapatkan laporan dugaan pelecehan seksual terhadap Putri di Magelang. Setelah itu, Sambo berupaya untuk melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Pada saat terdakwa Ferdy Sambo menjelaskan tentang skenario tersebut (penembakan), Saksi Putri Candrawathi masih ikut mendengarkan pembicaraan antara Terdakwa Ferdy Sambo dengan saksi Richard Eliezer," kata Jaksa saat membaca surat dakwaan.
Saat itu, Putri mendengar saat Bharada Richard Eliezer atau Bharada E ditawarkan oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J di di rumah pribadinya, Kompleks Polri Duren Tiga, jalan Saguling, Jakarta Selatan.
"Perihal pelaksanaan merampas nyawa Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat akan dilaksanakan di rumah dinas Duren Tiga No.46 dan tidak hanya itu saja Saksi Putri Candrawathi juga mendengar Ferdy Sambo mengatakan kepada Saksi Richard Eliezer 'jika ada orang yang bertanya, dijawab dengan alasan akan melakukan isolasi mandiri (isoman)'," sambung JPU.
Jaksa mengungkapkan kesempatan kedua terjadi saat Putri akan berangkat ke rumah dinas. Saat itu, Putri tidak mencoba mencegah rencana jahat pembunuhan yang telah dibuat oleh Ferdy Sambo.
"Saksi Putri Candrawathi yang merupakan suami istri tersebut saling mengingatkan untuk mengurungkan terlaksananya niat jahat akan tetapi keduanya justru saling bekerja sama untuk mengikuti dan mendukung kehendak Terdakwa Ferdy Sambo," ungkap Jaksa.
Kesempatan ketiga, kata Jaksa, saat perjalanan menuju rumah dinas Duren, Putri juga tetap bungkam dan malah melanjutkan rencana jahat untuk membunuh Brigadir J.
Sebab, jika mengacu alasan untuk isolasi mandiri, maka asisten pribadinya Susi yang kala itu ikut ke Magelang dan ikut tes PCR tidak diajak ke rumah dinas Duren Tiga.
"Seharusnya masih ada kesempatan bagi Saksi Ricky Rizal, Saksi Putri Candrawathi saksi Richard Eliezer dan Saksi Kuat Maruf untuk memberitahu tentang niat dari Terdakwa Ferdy Sambo yang hendak merampas nyawa Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat sehingga korban tidak ikut ke rumah dinas Duren Tiga No. 46," katanya.
Jaksa mengungkapkan kesempatan keempat adalah saat sebelum Brigadir J dieksekusi. Saat itu, Putri berada di sebuah kamar dengan jarak tiga meter dari tempat eksekusi yang dilakukan Bharada E serta Ferdy Sambo.
"Ferdy Sambo Langsung mengatakan kepada Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat dengan perkataan "jongkok kamu!!" lalu Korban Nopriansyah Yosua Hutabarat sambil mengangkat kedua tangannya menghadap ke depan sejajar dengan dada sempat mundur sedikit sebagai tanda penyerahan diri dan berkata "ada apa ini?"," jelas JPU.
Tak hanya itu, Putri kembali tidak ada upaya untuk mencegah tewasnya Brigadir J saat diam dan membiarkan ajudannya tersebut tewas setelah diberikan tembakan terakhir oleh Ferdy Sambo di bagian kepala belakang.
7. Anak Buah Ferdy Sambo Gemetar Ketakutan saat Ketahui Fakta Sebenarnya
Anak buah Ferdy Sambo sempat mengetahui ada yang tidak beres dari keterangan soal kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Khususnya soal Ferdy Sambo yang tak berada di lokasi saat Brigadir J.
Hal itu terungkap dalam persidangan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022). Dalam sidang itu, Ferdy Sambo dihadirkan secara langsung ke dalam persidangan.
Baca juga: KPU Sikka Verfak Empat Parpol, Jangan Pindahkan Alamat Sekretariat Sampai Pemilu 2024
Hal itu terungkap oleh empat anak buah Ferdy Sambo yaitu Chuck Putranto, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo, dan Ridwan Rhekynellson Soplanit. Saat itu keempatnya kaget karena keterangan yang disampaikan Sambo ternyata berbeda.
Sebab, mereka melihat rekaman CCTV Ferdy Sambo ternyata berada di Duren Tiga saat Brigadir J masih hidup. Mereka menonton rekaman CCTV itu melalui laptop Baiquni di rumah Soplanit di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal itu berbanding terbalik dengan keterangan resmi Mabes Polri dan Polres Metro Jakarta Selatan. Dalam keterangan itu, Brigadir J disebut sudah tewas akibat baku tembak sebelum Sambo tiba di rumah dinas.
"Chuck Putranto berkata, 'bang ini Josua masih hidup'. Lalu Baiquni Wibowo memutar ulang antara menit 17.07 WIB sampai 17.11 WIB," ujar Jaksa Penuntut Umum saat membacakan surat dakwaan.
Rekaman CCTV itu membongkar bahwa Brigadir J ternyata masih hidup saat Sambo datang ke rumah dinas.
"Mereka lihat ternyata benar bahwa Nofriansyah Yosua Hutabarat sedang memakai baju putih dan berjalan dari pintu depan rumah menuju pintu samping melalui taman rumah dinas Ferdy Sambo," ungkap Jaksa.
Selanjutnya, Arif Rachman Arifin mengaku sangat kaget. Pasalnya, kronologi tembak menembak yang disampaikan Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan ternyata tidak sesuai.
Lalu, Arif pun memberikan informasi itu melalui telepon kepada Hendra Kurniawan yang juga Karo Paminal Mabes Polri. Mereka meminta arahan perihal apa yang baru saja dilihatnya.
Saat itu, Arif mengabarkan dengan suara yang gemetar dan ketakuran. Namun, Hendra berusaha menenangkan dan meminta Arif menghadap kepada Ferdy Sambo.
Arif pun menjelaskan bahwa ditemukan perbedaan keterangan antara Ferdy Sambo dan rekaman CCTV dari pos security di depan rumah Sambo. Sambo pun menjawab temuan itu dengan santai.
"Ferdy Sambo tidak percaya dan mengatakan, 'masa sih'," ungkap Jaksa.
Lalu, Arif berdasarkan permintaan dari Sambo meminta agar menjelaskan kembali soal temuannya. Namun, kali ini Sambo membantah dengan suara yang meninggi dan emosi.
"Ferdy Sambo mengatakan bahwa, 'itu keliru'. Sambo menyampaikan kepada Hendra Kurniawan dan Arif Rachman Arifin, 'masa kamu tidak percaya sama saya?'," jelas Jaksa. (*)
Berita Ferdy Sambo Cs Lainnya