Berita Lembata

Denda Adat 3 Ekor Babi Jika Langgar Muro, Ikhtiar Jaga Alam di Tapobaran Lembata

Jika ada yang melanggar muro maka akan mendapatkan Denda Adat berupa 3 Ekor Babi. Muro merupakan Ikhtiar Jaga Alam di Tapobaran Lembata NTT.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / RICKO WAWO
RITUAL MURO - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Hilmar Farid, turut menyaksikan langsung proses pemasangan balela (batas) Muro bersama masyarakat desa Tapobaran di Teluk Nuhanera, Minggu, 27 Maret 2022 silam. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA - Forum pembahasan dan penetapan peraturan desa (perdes) tentang kawasan Muro Welomaten di Tapobaran di Kecamatan Lebatukan berlangsung alot dan penuh antusias pemerintah desa serta para tokoh masyarakat.

Forum ini menjadi ruang bertemu nilai-nilai kearifan lokal warisan leluhur dan kesadaran masyarakat desa untuk melestarikan alam sekitar.

Di tengah kegelisahan dunia akan perubahan iklim, masyarakat desa Tapobaran justru punya ikhtiar pelestarian alam yang mereka pelajari dari kakek-nenek mereka.

Pembahasan draf perdes dilangsungkan di Kantor Desa Tapobara, Selasa, 07 Maret 2023.

Baca juga: Sayap Kasih Foundation Bangun Rumah Difabel di Lembata

 

Forum yang dipandu langsung oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Viktor Diri Raring itu membahas satu per satu pasal dalam perdes yang mengatur dengan ketat hak dan kewajiban masyarakat memasuki area Muro seluas 97,23 hektare di Teluk Nuhanera.

Di dalamnya, sudah dipaparkan kapan dan bilamana kawasan Muro dibuka untuk pemanfaatan dan ditutup sama sekali untuk masyarakat.

Masyarakat dilarang untuk melakukan aktivitas pencarian ikan dan semua biota laut, merusak terumbu karang, lamun dan bakau di kawasan Muro Welomaten. Bukan hanya di laut, perdes juga mengatur masyarakat untuk tidak menangkap burung kakatua dan sejenisnya, mengambil batu-batuan dan merusak wilayah daratan Nuhanera.

Para pelanggar akan didenda tiga ekor babi besar yang disebut ‘Wawe Ula’ yang sudah disetujui oleh pemerintah desa, dua ekor ayam jantan (Manu Lalu) untuk upacara seremonial atas pelanggaran tersebut.

Kawasan Muro baru boleh dibuka atas izin pengelola secara adat dan disetujui oleh pemerintah desa.

Kepada Desa Tapobaran, Petrus Damianus Pito Maing, berujar didukung oleh LSM Barakat, kawasan Muro diberlakukan lagi sejak 2016. Pemerintah desa berkomitmen untuk melestarikan alam dan kawasan Nuhanera yang diyakini sebagai tempat istirahat para leluhur mereka.

Ketua BPD, Viktor Diri Raring menerangkan, perubahan iklim merupakan isu sentral global sampai sekarang. Dia berpesan kepada semua masyarakat desa untuk melestarikan lingkungan hidup.

Baca juga: 15 Jam Hilang di Pantai Angker, Nelayan Asal Flores Timur Ditemukan Tak Bernyawa

“Tidak berlebihan kalau saya katakan desa Tapobaran punya kontribusi kepada dunia dengan hutan bakau yang terbentang luas satu hektar lebih. Maka tugas kita untuk jaga ekosistem ini lebih baik,” tegasnya.

Muro menurut dia adalah satu bentuk ekspresi iman kepada Tuhan.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved