Berita Flores Timur

Ikhtiar Perempuan Flores Timur dalam IWD 2023, Kesetaraan Tanpa Penindasan Laki-Laki

Menciptakan iklim kesetaraan tanpa penindasan laki-laki melalui diskusi publik di Desa Kimakamak, Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara, Rabu 8 Maret

Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
POSE BERSAMA-Aktivis perempuan dan PKK Desa Kima Kamak di Pulau Adonara pose bersama usai kegiatan diskusi publik di Hari Perempuan Internasional, Rabu 8 Maret 2023. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA- Tiga perempuan asal Flores Timur di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai Hari Perempuan Internasional atau Internasional Womens Day yang dirayakan setiap 8 Maret bukan sekadar momentum yang tersemat di kalender.

Bertolak dari pengalaman nyata, tiga aktivis ini yakni Patrisia Lamabahi, Nisya Tukan, dan Fitriah Dahlan berikhtiar menciptakan iklim kesetaraan tanpa penindasan laki-laki melalui diskusi publik di Desa Kimakamak, Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara, Rabu 8 Maret 2023.

Tajuk besar yang diusung yaitu tentang sejarah dan pentingnya peran perempuan dalam garis perjuangan. Sebagai narasumber, tiga aktivis ini memaparkan materi di hari istimewa yang identik dengan warna ungu menandakan keadilan dan martabat, serta setia terhadap tujuan.

Patrisia Lamabahi, menjelaskan soal situasi perempuan yang langgeng dalam pusaran penindasan. Menurutnya, persoalan mendasar disebabkan oleh eksisnya sistem patriarki menimbulkan sejumlah kasus.

Baca juga: Komunitas Peduli Perempuan dan Anak di Labuan Bajo Serukan Kesetaraan Milik Bersama dalam IWD 2023

 

"Sistem patariarki kemudian menempatkan perempuan sebagai manusia nomor dua dalam kelas sosial masyarakat, menyebabkan banyak sekali perempuan yang terdiskriminasi dalam kehidupan sosial," katanya.

Aktivis Suluh Perempuan berdarah Adonara yang akrab disapa Srikandi Merah menegaskan, penindasan terhadap kaum perempuan menjadi persoalan pokok yang perlu disadari masyarakat luas.

"Problem perempuan bukan hanya menjadi problem perempuan itu sendiri, tetapi menjadi problem bersama masyarakat tertindas di berbagai sektor, sehingga pentingnya solidaritas setiap elemen rakyat untuk melancarkan perjuangan," tandasnya.

Pandangan serupa juga disampaikan Nisya Tukan, Founder Komunitas dan Taman Baca Mawar Merona menegaskan, Hari Perempuan Internasional harus menjadi momentum perlawanan di tengah penindasan. Menurutnya, tugas perempuan bukan semata urusan dapur rumah tangga, tetapi menjadi aset perubahan dan pembangunan segala sektor.

Baca juga: Warga Permukiman Larantuka Bahagia "Listrik PLN Sudah Nyala”, Selamat Tinggal Lampu Pelita

"Ini momentum perlawanan bagi kaum perempuan di tengah segala penindasan yang di alami, seperti sektor ekonomi, politik dan budaya," ungkap Nisya.

Ia menuturkan, kehadiran mereka sebagai gabungan organisasi untuk mengkampanyekan segudang persoalan yang dialami masyarakat, khususnya perempuan di Lewotanah Flores Timur.

Sementara Fitria Dahlam, pegiat ekonomi kreatif dari Komunitas Lapak Putri Pak Tani memaparkan tentang geliat perempuan dalam dunia usaha untuk melawan stereotip yang menyebutkan tugas perempuan hanya sebatas ranah domestik.

"Kita harus berkolaborasi dimulai dari organisasi masyarakat untuk mendukung kemajuan bersama, khususnya pembangunan ekonomi kreatif secara kolektif," katanya.

Ia berharap, diskusi ini terus dilakukan agar membentuk kesadaran masyarakat tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Kegiatan bernuansa perjuangan perempuan dunia disambut gembira Pemerintah Desa Kima Kamak dan semua stakeholder. Mereka optimis diskusi publik dengan tema bernas akan membangkitkan kesadaran kolektif.

 

Berita TribunFlores.Com lainnya di Google News

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved