Berita NTT
BBKSDA NTT Perhatikan Khusus Komodo dan Kura-kura Rote, Satwa Liar Penting di NTT
Untuk keanekaragaman fauna, Indonesia merupakan rumah dari sekitar 12 persen mamalia dunia (515 spesies), peringkat kedua setelah Brasil.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ir. Arief Mahmud, M.Si menjelaskan dalam catatan Convention on Biological Diversity (CBD) Biodiversity Facts Status and trends of biodiversity, Indonesia disebut sebagai salah satu dari 17 Megadiverse Country.
Indonesia memiliki 10 persen dari spesies tumbuhan berbunga dunia (diperkirakan 25.000 tanaman berbunga, 55 persen endemik) dan sebagai salah satu pusat dunia untuk agrobiodiversitas kultivar tanaman.
Untuk keanekaragaman fauna, Indonesia merupakan rumah dari sekitar 12 persen mamalia dunia (515 spesies), peringkat kedua setelah Brasil.
Sekitar 16 persen dari reptil dunia (781 spesies) dan 35 spesies primata merupakan peringkat keempat di dunia. Selanjutnya 17 persen dari total spesies burung (1.592 spesies) dan 270 spesies amfibi menempatkan Indonesia di peringkat kelima dan keenam di dunia.
Baca juga: Sebagian Wilayah NTT Masuk Musim Hujan, Warga Diminta Selalu Waspada
Sehingga menurut dia, keanekaragaman hayati di Provinsi NTT memiliki posisi yang cukup unik pada wilayah Indonesia, mengingat letaknya pada wilayah biogeografis wallacea yang merupakan peralihan antara benua Asia dan Australia.
Hal ini menyebabkan Provinsi NTT memiliki cukup banyak jenis satwa liar endemik, tidak dapat ditemukan pada lokasi lain di wilayah Indonesia bahkan dunia.
Oleh sebab itu, segala upaya terus dilakukan Balai Besar BBKSDA konservasi Tumbuhan dan Satwa Liar, secara umum dilakukan langkah-langkah antara lain berupa penetapan satwa liar sebagai jenis dilindungi, penetapan habitatnya sebagai kawasan hutan konservasi baik kawasan suaka alam yang meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa maupun kawasan pelestarian alam yang meliputi Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Taman Hutan Raya, dan Taman Buru serta upaya-upaya lain yang merupakan pembinaan habitat dan populasi.
Dalam beberapa kasus, upaya penegakan hukum juga dilakukan setelah menempuh proses penyadartahuan serta program-program preventif-persuasif kepada masyarakat.
Dalam peraturan perlindungan Tumbuhan Satwa Liar Indonesia Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi dari 787 jenis satwa liar yang dilindungi sebagian diantaranya juga berada di Nusa Tenggara Timur.
Dusebutkan biawak Komodo (Varanus komodoensis) dan Kura-kura Leher Ular Rote (Chelodina mccordi, Rhodin 1994) merupakan 2 jenis satwa dilindungi yang hanya ada di Provinsi NTT, maka perlu dilakukan upaya-upaya kongkrit untuk perlindungan dan pengawetannya serta pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan serta wisata alam secara hati-hati.
Populasi Komodo di alam liar saat ini penyebaraannya terbatas di beberapa pulau dalam kawasan Taman Nasional Komodo seperti Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili Motang, Nusa Kode, Pulau Komodo.
Di luar kawasan Taman Nasional Komodo, komodo dapat ditemukan pada kawasan konservasi lain yakni di Cagar Alam Wae Wuul, CA Wolo Thado, CA Riung dan Taman Wisata Laut 17 Pulau Riung.
Berdasarkan hasil monitoring yang serta analisis data ekspedisi komodo di Flores Tahun 2015-2018, komodo dapat ditemukan pula di luar kawasan hutan konservasi antara lain: Pulau Longos, Golo Mori, Mburak, Tanjung Kerita Mese, Nanga Bere/ Nisar (Kabupaten Manggarai Barat), Pota, Baras, Golo Lijun-Buntal (Kabupaten Manggarai Timur), serta Semenanjung Torong Padang (Kabupaten Ngada).
Baca juga: Imigrasi Atambua Periksa 8 Imigran Gelap Asal Bangladesh, Sebut Tidak Ada Paspor Asli
Pemantauan populasi biawak komodo dilakukan setiap tahun untuk mengetahui sebaran populasi di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi.
Pada tahun 2022 dan 2023 pemantauan populasi biawak komodo di CA Wae Wuul, CA Wolo Tadho, TWA Tujuh Belas Pulau, sedangkan di luar kawasan antara lain Pulau Longos, Pota, Golo Lijun, Semenanjung Torong Padang.
Sementara itu, Kura-kura rote merupakan kura-kura air tawar berleher panjang (side-necked turtle) yang berukuran sedang (medium size).
Karapas kura-kura rote bertekstur seperti kerutan dan berbentuk oval dengan warna yang beragam. Kebanyakan spesimen memiliki warna karapas berupa coklat keabu-abuan, sedangkan sebagian memiliki warna coklat gelap.
Pengamatan yang dilakukan pada Fasilitas Koloni Asuransi Balai Besar KSDA NTT menunjukkan bahwa kura-kura rote akan berwarna coklat keabu-abuan ketika mendekati musim ganti kulit (shedding) sedangkan karapas baru berwarna coklat gelap.
Kepala berukuran sedang dengan sisik kecil yang tidak beraturan. Selain itu, lebar kepala sedikit lebih kecil dibandingkan spesies C. novaeguineae.
Kura-kura rote merupakan satwa dimorfik yang dibedakan dari ukuran tubuhnya, satwa betina lebih besar dari satwa jantan dan panjang karapas dapat lebih dari 24 cm pada betina dan 20 cm pada jantan (Rhodin dkk, 2008).
Pada rentang waktu tahun 1970-1990-an Kura-kura rote mengalami perburuan dan diperdagangkan secara masif mengingat memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dengan status yang saat itu belum dilindungi.
Sejauh ini, sebaran dan populasi kura-kura rote tercatat hanya di perairan tawar Pulau Rote, NTT.
Tortoises and Freshwater Specialist Group IUCN (TFTSG) menetapkan spesies ini masuk ke dalam daftar 25 Kura-kura paling terancam punah di dunia (Turtle Conservation Coalition, 2018). Hal ini juga diperparah dengan penurunan luas habitat yang terus terjadi.
Status konservasi kura-kura rote dikategorikan sebagai Kritis-kemungkinan punah di alam (Critically Endangered-Possibly Extinct in The Wild (CR-PEW)) oleh IUCN.
Kura-kura rote juga masuk dalam Appendix II dalam konvensi perdagangan internasional jenis tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah (Convention on International Trade of the Endangered Species - CITES). Ini berarti bahwa mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Oleh sebab itu, Balai Besar KSDA NTT melakukan berbagai upaya pengelolaan populasi baik terhadap komodo yang berada di dalam Kawasan Konservasi maupun yang berada di luar kawasan konservasi.
Beberapa upaya yakni; monitoring populasi, patroli pengamanan habitat, pengawasan peredaran, edukasi/ penyadartahuan kelestarian biawak komodo, serta pembentukan Relawan Peduli Komodo.
Patroli pengamanan habitat komodo bertujuan untuk meminimalisir gangguan terhadap komodo dan habitatnya sehingga kelestariannya dapat terjaga, dan segala gangguan dapat teridentifikasi sejak dini.
Patroli dilakukan juga dengan melibatkan parapihak terkait. Upaya mencegah perdagangan ilegal serta penyelundupan biawak komodo keluar dari habitatnya dilakukan melalui Pengawasan Peredaran pada lokasi-lokasi strategis tertentu misalnya bandar udara dan pelabuhan laut.
Tempat pemeriksaan di pelabuhan dan bandara sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah peredaran ilegal.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang status populasi biawak Komodo dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem yang sehat dilakukan sosialisasi dan penyadartahuan tentang konservasi komodo kepada masyarakat pada wilayah penyangga dan memberikan edukasi ke siswa SD, SLTP, dan SLTA atau MA.
Dalam upaya pelestarian Biawak Komodo di Flores BBKSDA NTT juga bekerjasama dengan Yayasan Komodo Survival Program (KSP) membangun sarana Pusat Informasi Komodo Flores di Pota dengan tujuan untuk pusat informasi, edukasi, dan aktifitas lain yang menunjang pelestarian biawak komodo di Pulau Flores.
Selain LSM/NGO, BBKSDA NTT juga melibatkan Masyarakat Adat Suku Baar di Kabupaten Ngada untuk pelestarian Biawak Komodo di Semenanjung Torong Padang.
Baca juga: 13 Jam Bertaruh Nyawa Diatas Pesawat, Penumpang Tujuan Kupang Pasrah dan Berdoa
Untuk menekankan peran biawak Komodo sebagai bagian dari keanekaragaman hayati dan ekosistem pulau di Indonesia dan mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian spesies ini, BBKSDA NTT membentuk Relawan Peduli Komodo pada setiap wilayah penyangga habitat komodo.
Selain itu Balai Besar KSDA NTT bekerja sama dengan Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia, sesuai dengan mandat peraturan perundangan bahwa salah satu fungsi Lembaga Konservasi sebagai tempat cadangan genetik guna mendukung populasi in-situ yang antara lain dapat dimanfaatkan untuk pelepasliaran (restocking) ke habitat alaminya.
Pelepasliaran 6 (enam) ekor komodo di CA Wae Wuul pada September 2021 merupakan bukti nyata bahwa konservasi ex-situ dapat mendukung konservasi in-situ (strategi ex-situ linked to in-situ).
Kegiatan pelepasliaran ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan populasi Komodo di alam (in situ).
Dalam proses pelepasliaran, dilakukan pula rangkaian kegiatan pendukung berupa; sosialisasi di berbagai lokasi termasuk di Labuan Bajo khususnya di desa sekitar CA Wae Wuul, pelatihan pengoperasian telemetry GPS dan pengolahan data untuk monitoring pasca pelepasliaran yang akan dilakukan selama 3 (tiga) tahun di lokasi pelepasliaran.
Keberadaan spesies kura-kura rote yang sudah tidak dapat dijumpai di habitat alaminya memerlukan upaya pemulihan dengan dukungan kegiatan konservasi eksitu.
Konservasi eksitu spesies ini nantinya akan menjadi penyedia individu yang akan dikembalikan ke habitat alaminya (reintroduksi). Konservasi eksitu dilakukan melalui pengelolaan populasi dalam suatu fasilitas koloni.
Penyediaan indukan kura-kura rote dilakukan melalui raptriasi dari luar negeri. Repatriasi Tahap pertama dilakukan pada September 2021 sejumlah 13 ekor, sedangkan Repatriasi Tahap Kedua dilakukan pada Agustus 2023 dengan mengembalikan sejumlah 33 ekor kura-kura lagi ke Indonesia.
Individu repatriasi ini berasal dari hasil pengembangbiakan di kebun binatang di Amerika dan Austria.
Program ini merupakan kerja sama antara BBKSDA NTT dengan WCS IP (Wildlife Conservation Society Indonesia Program). Hingga saat ini individu-individu hasil repatriasi tersebut telah menetaskan 37 individu tukik kura-kura rote.
Fasilitas yang ada di dalam IKH tersebut antara lain fasilitas karantina, pembiakan, habituasi dan inkubasi dengan salah satu tujuan utama adalah perbanyakan individu kura-kura rote.
Salah satu kendala utama dalam program reintroduksi kura-kura rote adalah habitat alaminya tidak berada di dalam kawasan hutan konservasi, sehingga perlu ditetapkan sebuah ekosistem lahan basah yang merupakan kawasan konservasi di luar Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang secara ekologis penting bagi keanekaragaman hayati.
Tiga danau telah ditetapkan sebagai ekosistem lahan basah yang penting bagi reintroduksi kura-kura rote di alam, meliputi; Danau Ledulu di Desa Daiama, Kecamatan Landu Leko, Danau Peto di Desa Maubesi, Kecamatan Rote Tengah dan Danau Lendo Oen di Desa Daurendale, Kecamatan Landu Leko.
Upaya pengelolaan habitat secara insitu pada ketiga danau tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) strategi utama, yaitu; persiapan habitat dan pelepasliaran, penguatan status pengelolaan habitat serta pembinaan habitat.
Balai Besar KSDA NTT pun membangun jaringan kerjasama dalam pelestarian hewan tersebut.
Pelestarian Komodo dan Kura-kura Rote bukanlah tugas yang dapat dilakukan sendirian. Kerja bersama antara lembaga pelestarian, pemerintah, akademisi, masyarakat lokal, dan lembaga internasional merupakan sebuah keniscayaan.
Program edukasi masyarakat, advokasi kebijakan lingkungan, dan dukungan finansial dari berbagai pihak telah memperkuat upaya pelestarian ini.
Semua pihak terlibat bersama-sama untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mewariskan keberagaman hayati kepada generasi mendatang.
BBKSDA NTT menjalin kerja sama dengan pemerintah setempat, masyarakat serta lembaga non pemerintah yang memiliki perhatian dalam pelestarian satwa liar.
Yayasan Komodo Survival Program telah bekerja bersama dalam penggalian data populasi dan habitat serta upaya konservasi komodo lainnya. Sedangkan dalam konservasi Kura-kura Rote BBKSDA NTT menjalin kerja sama dengan WCS IP (Wildlife Conservation Society Indonesia Program).
BBKSDA NTT juga menjalin kerja sama dengan Universitas Nusa Cendana guna mendorong lahirnya ahli-ahli konservasi satwa liar melalui pembukaan seluas-luasnya peluang pendidikan dan penelitian dalam bidang ini.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Sebagian Wilayah NTT Masuk Musim Hujan, Warga Diminta Selalu Waspada |
![]() |
---|
Imigrasi Atambua Periksa 8 Imigran Gelap Asal Bangladesh, Sebut Tidak Ada Paspor Asli |
![]() |
---|
Cuaca Buruk Landa Kupang, Sejumlah Pesawat Lion Grup Alihkan Penerbangan |
![]() |
---|
8 Imigran Bangladesh Buat KTP Palsu di Medan, Pakai Alamat Kupang hingga Maumere |
![]() |
---|
13 Jam Bertaruh Nyawa Diatas Pesawat, Penumpang Tujuan Kupang Pasrah dan Berdoa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.