Berita NTT

Tes Diagnostik Cepat Rabies Bantu Upaya Pengendalian Rabies di Nusa Tenggara Timur

Wabah penyakit rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), belum sepenuhnya teratasi. Salah satu

Penulis: Berto Kalu | Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/HO-ISMAIL
Tim gabungan melakukan eliminasi ekor anjing liar yang diduga tertular rabies di Dusun Tana Kepi Desa Tanarawa, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka, Selasa 22 April 2024. 

Setelah melihat efektivitas penggunaan rapid test di lapangan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNBD) provinsi, turut membantu mendistribusikan rapid test secara lebih luas.

Data rapid test juga membantu para pengambil keputusan dalam pendistribusian vaksin rabies untuk hewan serta Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).

“Pada tahun 2023 tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk penyakit ini, karena kemunculannya tidak terduga, dan anggaran tahun 2023 sudah ditetapkan. Kami menghadapi kendala operasional di lapangan, namun kendala anggaran tersebut kemudian diatasi melalui intervensi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Untuk anggaran tahun 2024, Pemerintah Kabupaten TTS telah mengalokasikan dana operasional untuk sosialisasi pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di 20 desa,” kata dr. Ati.

Pemerintah Kabupaten TTS tetap berkomitmen pada pencegahan dan penanggulangan rabies. Saat ini, Pemerintah Kabupaten TTS memiliki 54 vaksinator, yang menjalankan berbagai peran, termasuk sebagai inseminator dan petugas kesehatan hewan. Semuanya berpartisipasi dalam program peningkatan kapasitas yang diselenggarakan oleh AIHSP.

Semua sumber daya pemerintah daerah telah dikerahkan untuk menanggulangi wabah tersebut. “Ada komitmen kuat untuk memberantas rabies karena ini menyangkut keselamatan nyawa manusia,” tegas drh. Ati.

“Kami tentu berharap bahwa ketika program ini berakhir, akan ada perhatian yang berkelanjutan, mungkin dengan nama program yang berbeda, tetapi tetap melanjutkan pekerjaan yang digagas oleh AIHSP di TTS. Menanggulangi rabies bukanlah upaya satu atau dua tahun; ini memerlukan tindakan berkelanjutan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten TTS, Dirkh Jonmelson Sunbanu, melaporkan bahwa rapid test rabies sudah dilakukan di wilayahnya sejak November 2023. Dua orang petugas Dinas Peternakan Kabupaten TTS mendapatkan pelatihan dari Dinas Peternakan Kabupaten TTS dan menularkan ilmunya kepada tenaga vaksinator lapangan yang tergabung dalam tim sosialisasi.

“Rapid test ini sangat membantu. Sampel HPR diuji menggunakan rapid test, dan saat sampel dikirim ke Bali, hasilnya 99 persen akurat,” ungkapnya.

Ia menambahkan, hal ini membantu dalam penanggulangan penyakit rabies di Kabupaten TTS secara lebih efektif, karena memungkinkan diagnosis yang cepat, sehingga korban gigitan dapat segera ditangani.

“Saat tim puskeswan menerima sampel dari lapangan, mereka akan membawanya ke kantor Dinas Pertanian untuk dilakukan pemeriksaan. Jika hasilnya negatif, sampel akan dikirim ke Balai Veteriner Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika hasilnya negatif, tim puskeswan akan menginformasikan kepada korban bahwa tidak perlu dilakukan vaksinasi lagi. Jika hasilnya positif, kami memastikan korban mendapatkan vaksinasi lengkap. Proses ini sangat efektif karena korban gigitan akan segera mendapatkan penanganan,” kata Dirkh.

Ia menceritakan bahwa ketika penyakit rabies pertama kali muncul di TTS, masyarakat takut untuk memvaksinasi anjing mereka. Bahkan ada yang menyembunyikan hewan peliharaan mereka di dalam rumah karena takut dimusnahkan. 

Ketika Pemerintah Kabupaten TTS mengumumkan wabah rabies, semua anjing dan hewan pembawa rabies (seperti kucing dan monyet) wajib diikat atau dikandangkan oleh pemiliknya. Anjing yang tidak diikat akan dimusnahkan.

Peraturan ini tertuang dalam Keputusan Bupati TTS Nomor Dinkes 07.3.1/2694/V/2023 tentang wabah penyakit rabies di wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai menyadari bahaya penyakit rabies setelah mendapatkan penyuluhan.

“Sekarang masyarakat sudah paham. Kalau anjing masih berkeliaran di desa-desa, apalagi secara berkelompok, itu sangat berbahaya. Sekarang sudah lebih mudah untuk melakukan vaksinasi, bahkan masyarakat sudah menghubungi kami langsung untuk memvaksinasi anjingnya,” kata Dirkh. Total 69.500 ekor hewan penular rabies (anjing, kucing, dan monyet) di TTS sudah divaksinasi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved