Semana Santa Larantuka 2025

Semana Santa,'Kanopi Suci' dan Transformasi Sosial

Tiap tahun, sekitar seminggu jelang Paskah, umat ‘serani’ (Katolik) Kota Larantuka dengan khidmat merayakan Minggu Suci dikenal sebagai Semana Santa.

Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/ARNOLD WELIANTO
TRADISI PASKAH- Peziarah mencium Tuan Ma di Kapela Tuan Ma, pada hari Kamis pagi 28 Maret 2025 lalu. Para peziarah menanti giliran berdoa dan mencium Patung Tuan Ma, Kamis 28 Maret 2024 dalam rangkaian prosesi Semana Santa di Larantuka.   

Sesudah perayaan ekaristi, di kapela Tuan Ma, Conferia melaksanakan upacara “muda tuan” yaitu membersihkan, memandikan dan merias Patung Maria Dolorosa. Dalam busana biru lasuardi Patung Maria Mater Dolorosa (Tuan Ma) diletakkan di atas tumba (usungan) di tengah ruang kapela. Devosi dan ziarah imanpun dimulai. 

Sang Bunda ‘dicium’ oleh para devoter. Pertama-tama Raja Larantuka beserta keluarga Raja, Badan Pemerintah Confereia dan selanjutnya pintu Kapela Tuan Ma dibuka untuk peziarah-peziarah iman. Setiap peziarah yang hendak mencium Tuan Ma sebelum masuk ke dalam kapela harus melepaskan alas kakinya dan berjalan dengan berlutut sampai di depan Tumba Tuan ma. 

Suasana ziarah iman cium Tuan Ana dan cium Tuan Ma berlangsung sepanjang hari, semalam suntuk sampai dengan hari Jumad siang. Pada malam hari sesudah perayaan ekaristi perjamuan Tuhan diadakan upacara ibadat penyembahan Sakramen Mahakudus (Adorasi) di Gereja Katedral. Semalam suntuk sampai pagi hari umat mengadakan ziarah ke Gereja Katedral untuk menyembah Sakramen Maha Kudus. 

Prosesi Jumat Agung atau Sesta Vera merupakan puncak dari rangkaian perayaan Semana Santa (pekan suci) Paskah. Prosesi ini menempatkan Yesus sebagai pusat ritual dan menempatkan BundaNya Maria sebagai ibu yang berkabung (Mater Dolorosa) karena menyaksikan penderitaan Yesus anaknya sebelum dan saat di salib. 

Pagi sebelum puncak acara, arak-arakan patung Tuan Menino (bayi Yesus) dilakukan lewat laut dengan “Bero” (sampan pakai kate) dari Kapela Tuan Meninu di Paroki San Juan Lebao ke pantai Kuce di Pohon Sirih di wilayah Katedral Larantuka dan selanjutnya diarak ke Armida Tuan Meninu. Siang harinya dilanjutkan arak-arakan Tuan Ma dan Tuan Anna menuju Katedral. Dari titik inilah prosesi Sesta Vera dengan jutaan lilin dimulai. Selama malam Jumat Agung, lilin dinyalakan sepanjang kurang lebih 4 km di jalan dan di depan rumah penduduk yang dilalui prosesi. 

Pada hari berikutnya, Sabtu pagi, diadakanlah devosi proses mengantar kembali Tuan Ana dan Tuan Ma ke Kapela Tuan Ana dan Kapela Ma. Devosi ini adalah kelanjutan dari Semana Santa. Suasana suka cita mulai terasa lewat lagu-lagu gembira Vergen Mai De Deo (Perawan dan Bunda Allah). Umat peziarah masih diberi kesempatan cium Tuan Ana dan Tuan Ma.

Kemudian konfreria melaksanakan ‘kesumi’ baik di Kapela Ma maupun di Kapela Tuan Ana. Patung Tuan Ma (Maria Mater Dolorosa) dan Tuan Ana disimpan kembali pada tempatnya semula. Sesudah kesumi di Kapela Tuan Ana dilangsungkan upacara tradisional “serah punto dama” dari Tuan Mardomu Promesa tahun berikutnya. Pada sore hari (malam hari diadakan perayaan Ekaristi kebangkitan Yesus Kristus semeriah-meriahnya di Gereja Katedral.

Pada hari minggu paskah diadakan prosesi Alleluya. Sekitar pukul 16.00 WITA patung Maria Alleluya diarak dari kapela Maria ke Gereja Reinha Rosari oleh Confreria dan umat lingkungan sekitarnya. Setibanya di Gereja, patung Maria Alleluya ditahtakan di samping altar, dan pada jam 17.00 dirayakan ekaristi kudus. 

Perayaan misa Paskah bersama Maria Alleluya ini merupakan kegiatan akhir sepanjang semana santa baik liturgi maupun devosi. Kehadiran Maria Alleluya, Maria bersuka cita bersama umat yang merayakan ekaristi mulia kegembiraan kebangkitan ini merupakan  wujud turut bersuka cita atas kemenangan dan kebangkitan putra tunggalnya Yesus Kristus dari alam maut setelah mengalami penderitaan maha dahsyat yang berakhir dengan wafat di kayu salib. 

Perayaan ekaristi berakhir dengan perarakan patung Maria Alleluya kembali ke kapela Maria. Setibanya di kapela Maria, upacara devosi berakhir dengan nyanyian ‘Vergen Mai De Deo’.  Pimpinan Confreria menutupnya dengan doa singkat. Setelah itu imam keluar dan mengambil tempat di depan pintu kapela, dan dengan salib imam memberikan berkat kepada umat yang hadir memenuhi pelataran kapela, juga bagi semua umat yang telah mengikuti upacara kebaktian sepanjang Semana Santa. 

Di balik seluruh sujud syukur di momen semana santa, umat serani Kota Larantuka dan para peziarah baik lokal, nasional maupun mancanegara sedang berjuang menenun masa depan imannya. Iman yang sejati lahir dari kedalaman hati-batinnya, menguasai seluruh dirinya dan diwujud-nyatakan dalam kehidupan harian, kapan dan di mana saja. 

Iman itu tidak hanya melekat dalam diri melainkan mesti didaratkan dalam kehidupan harian. Dia menjadi semacam oase yang menyejukkan ketika kehidupan sedang dikuasai oleh problema hidup yang panas membara. Dia menjadi mentari yang menghangatkan jiwa ketika kehidupan terdepak oleh dinginnya relasi sosial-ekonomis. Dia menghadirkan berkat tatkala pundi-pundi kehidupan telah tergerus oleh garangnya kehidupan. Hemat saya, inilah sisi transformatif keimanan yang diharapkan tercurah dari momen rohani ini.

Dia juga memberikan basis spiritual bagi jiwa-jiwa yang sedang gunda-gulana menapaki problem-problem hidup yang masih menggantung di meja-meja kepolisian-kejaksaan-pengadilan dan menyeruak di lorong-lorong rumah tahanan negara. Dia juga hadir untuk menegaskan identitas sosial dan posisi sosial seseorang di tengah masyarakat. 

Dalam konteks yang lebih spesifik dari tilikan sosiologi agama, fenomena keberagamaan ini dipandang Peter L. Berger sebagai ‘kanopi suci’. Dalam bukunya The Sacred Canopy, Berger menyatakan bahwa agama memberikan "kanopi sakral" berupa kerangka makna yang membantu individu memahami siapa dirinya dan posisinya dalam dunia sosial. 

Pada semua simbol yang dihadirkan dalam ritual ini dan pada setiap tindakan devosional dan liturgis yang dilewati para peziarah, terbaca pula identitas warga pengemban ritual ini yang darinya dapat ditarik kerangka makna yang memperjelas individu yang terlibat di dalamnya. Jika boleh meminjam pemikiran Victor Turner maka bolehlah dibilang ritual semana santa mengantar para pengembannya beralih dari dunia profan yang berkaitan dengan kehidupan harian dan masuk ke dalam ruang sakral dan selanjutnya keluar dari ruang tersebut kembali kepada dunia profan dengan membawa konsekuensi transformatif. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved