Kekerasan perempuan di NTT
Tingginya Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT: 558 Kasus dalam Lima Bulan
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih
"Korban kekerasan seringkali tidak melapor karena rasa takut, malu, atau tekanan. Padahal dengan melapor, mereka menjadi pahlawan bagi korban lain. Semakin banyak yang berani melapor, semakin besar kemungkinan pelaku dihukum dan kasus serupa dicegah," ujar Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DP3P2KB NTT.
Data UPTD PPA Provinsi NTT menunjukkan peningkatan laporan kekerasan. Jika pada tahun 2023 rata-rata kasus yang masuk adalah 26 per bulan, maka tahun 2024 naik menjadi 33 kasus, dan hingga pertengahan tahun 2025 telah mencapai 48 kasus per bulan.
Berbagai kasus kekerasan yang dilaporkan sangat kompleks dan memprihatinkan. Salah satu kasus mencuat adalah kekerasan seksual oleh seorang guru terhadap 26 murid kelas 6 SD di daerah Sabu Raijua. Kasus lain yang mengundang keprihatinan adalah pelaku berusia 21 tahun yang mencabuli tiga anak, salah satunya berusia 3 tahun.
“Penting bagi kita semua untuk tidak menutup mata. Pencegahan jauh lebih baik daripada penanganan. Dan melindungi anak dan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi kita semua,” tegasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk aktif menyebarluaskan informasi tentang perlindungan perempuan dan anak, serta mendorong para korban dan keluarga untuk tidak takut melapor ke pihak berwenang.
"Korban tidak pernah salah. Kekerasan seksual bukan soal pakaian atau perilaku. Ini soal pelaku yang menyalahgunakan kuasa dan melecehkan martabat manusia," pungkasnya.
Kegiatan hari ini diharapkan menjadi momentum penting untuk memperkuat koordinasi, menyusun strategi bersama, dan memastikan implementasi nyata perlindungan terhadap perempuan dan anak di seluruh Nusa Tenggara Timur. (Iar)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.