Berita NTT

Pembelajaran Silang NTT–NTB Dorong Transisi Energi Berkeadilan

Melalui kegiatan pembelajaran silang (cross learning) antara CIS Timor Nusa Tenggara Timur (NTT) dan GEDSI JET Working Group Nusa Tenggara

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
Koordinator Provinsi WE for JET Yayasan Penabulu, Nurjanah  dalam pertemuan diskusi Jurnalis perempuan di kantor CIS Timor, Kupang, Sabtu (15/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Upaya transisi energi berkeadilan di Timur Indonesia diperkuat lewat pembelajaran silang antara CIS Timor NTT dan GEDSI JET NTB, melibatkan pemerintah, masyarakat, perempuan, dan penyandang disabilitas.
  • Forum ini menekankan energi terbarukan harus dirancang dan dimanfaatkan secara adil bagi kelompok rentan
  • Pemerintah NTT menetapkan visi besar: energi terbarukan sebagai pilar menuju net zero emission 2050.

 

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Upaya mewujudkan transisi energi berkeadilan di kawasan Timur Indonesia memasuki babak baru. 

Melalui kegiatan pembelajaran silang (cross learning) antara CIS Timor Nusa Tenggara Timur (NTT) dan GEDSI JET Working Group Nusa Tenggara Barat (NTB), para penggerak masyarakat (CBO), pemerintah daerah, hingga kelompok perempuan dan disabilitas. 

Kegiatan yang didukung Yayasan Penabulu ini menghadirkan perspektif berbeda dalam memahami transisi energi diselenggarakan di Taman Laut Handayani Kota Kupang pada Senin 17 November 2025.

Bukan hanya soal teknologi, melainkan bagaimana energi terbarukan dirancang, diatur, dan dimanfaatkan secara adil oleh semua kalangan khususnya perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.

Baca juga: Konsumsi Listrik di Manggarai Barat Mencapai 4,93 Persen, Lebih Tinggi Dari Rata-rata Provinsi NTT 

 

Mewakili Ketua Pokja Perubahan Iklim Baperida NTT, Gabriel menegaskan pemerintah provinsi menyambut baik forum pembelajaran silang ini.

“Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk perencanaan energi baru terbarukan yang ramah terhadap kelompok rentan atau GEDSI. Energi terbarukan harus benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya perempuan dan kelompok rentan,” ujarnya, Senin, (17/11). 

Gabriel menekankan bahwa NTT telah menetapkan visi besar: menjadikan energi terbarukan sebagai pilar menuju target net zero emission tahun 2050.

Menurutnya, dorongan untuk meninggalkan energi fosil tidak hanya menjadi tuntutan global, tetapi juga kebutuhan mendesak bagi daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau layanan energi konvensional.

Gabriel memaparkan bahwa NTT telah mengalami perkembangan signifikan, terutama melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Di Sumba, rasio elektrifikasi dulu di bawah 80 persen. Dengan dukungan pusat dan provinsi, kini sudah mencapai lebih dari 90 persen,” ujarnya.

NTT juga telah membangun PLTS hingga ke pulau-pulau kecil seperti Sabu, Rote, Alor, Flores, dan kawasan terpencil di Kabupaten Kupang. Selain menyalakan rumah tangga, PLTS disebut membawa dampak ekonomi.

“Perempuan kini bisa memanfaatkan listrik untuk usaha mikro kecil. Ini dampak langsung energi terbarukan terhadap pemberdayaan,” ungkap  Gabriel.
Meski begitu, ia mengakui tantangan terbesar adalah akses ke pulau-pulau kecil.

Ketua GEDSI JET Working Group NTB, Baiq Dewi Anjani, menilai kunjungan belajar ini membuka wawasan baru bagi tim NTB.

“Kami sangat kagum dengan kerja-kerja Pokja Perubahan Iklim di NTT. Mereka sudah menyusun teknis-teknis turunan kebijakan dengan detail. Ini menjadi pembelajaran penting bagi kami,” ungkapnya.

Namun Dewi juga menilai ada hal dari NTB yang bisa dibawa ke NTT, terutama terkait penguatan komunikasi publik.

“Teman-teman Pokja di NTT belum terlalu intens di media. Ke depan, NTB siap membantu berbagi cara pengelolaan media sosial dan kampanye publik,” ujarnya.

Ia berharap kolaborasi NTT–NTB tidak berhenti di pertemuan ini, tetapi berlanjut dalam bentuk program jangka panjang.

Dewi juga menegaskan bahwa GEDSI JET Working Group adalah wadah untuk memastikan bahwa transisi energi tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga ramah manusia.

“Transisi energi bukan hanya mengganti fosil dengan terbarukan, tetapi memastikan perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok terpinggirkan mendapatkan manfaat dan tidak ditinggalkan,” ujarnya.

Kegiatan cross learning ini mempertemukan dua provinsi yang memiliki tantangan dan karakter wilayah hampir serupa: kepulauan, akses energi terbatas, dan ketimpangan layanan.

Melalui forum ini, berbagai inovasi, praktik baik, hingga model kebijakan disusun bersama untuk membangun masa depan energi yang inklusif. (Iar) 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved