Petani Kopi di Ngada

Frans Lewa Petani Beiposo Ngada NTT Terus Bertahan di Tengah Turunnya Produktivitas Kopi

“Meskipun umur sudah lanjut, saya tetap rawat kopi. Saya jaga supaya tidak terlalu tinggi, biar mudah dipetik,” ujarnya kepada TRIBUNFLORES.COM

Penulis: Charles Abar | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/CHARLES ABAR
PETANI-Maria, petani Kopi di Bajawa saat musim panen, Bulan Juli 2025. 

 

 

“Banyak biji gugur sebelum matang. Kalau musim hujan panjang, bunganya cepat rontok,” katanya.

Tahun lalu, dari hasil panen hanya terkumpul sekitar 400 kilogram green bean, namun tahun ini ada sedikit peningkatan hingga 800 kilogram gelondongan. Angka itu tetap jauh di bawah potensi normal yang seharusnya bisa mencapai lebih dari satu ton per hektare.

“Sekarang sudah mulai naik sedikit, semoga terus membaik,” tutur Frans, matanya menatap hamparan kopi yang mulai berbuah.

Ahli: Dampak Iklim dan Usia Tanaman Harus Diantisipasi

Menurut Dosen STIPER Flores Bajawa, David Januarius Djawapatty, S.Pt., M.Si, perubahan iklim menjadi salah satu faktor utama penurunan produktivitas kopi di Ngada, termasuk di Beiposo.

“Kondisi suhu yang meningkat dan curah hujan tinggi sangat memengaruhi masa pembungaan dan pembuahan kopi. Banyak bunga gagal menjadi buah,” jelasnya.

David menambahkan, mayoritas tanaman kopi Arabika di Ngada kini sudah melewati masa produktif ideal. Umur tanaman yang mencapai 10–15 tahun menyebabkan daya hasil menurun, meski masih bisa bertahan jika perawatan dilakukan dengan baik.

“Peremajaan tanaman menjadi kebutuhan mendesak. Petani perlu menanam kembali dengan varietas unggul yang tahan terhadap perubahan iklim,” ujarnya.

Ia juga menilai penting adanya pendampingan teknis dan pelatihan adaptasi iklim bagi petani.

“Petani perlu diperkuat kapasitasnya, terutama dalam sistem pemangkasan, pengendalian hama, serta teknik naungan tanaman untuk menjaga suhu mikro,” kata David.

Pemerintah Dorong Program Peremajaan

Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Ngada, Maria Soge, yang dihubungi terpisah, mengakui bahwa penurunan produktivitas kopi memang menjadi perhatian serius pemerintah daerah.

“Tahun ini kami menjalankan program peremajaan tanaman kopi di beberapa desa, termasuk Beiposo. Ada bantuan bibit baru dan pendampingan teknis dari penyuluh,” ungkapnya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved