Berita NTT

Menteri Kesehatan Ungkap Akal-akalan Dokter Ambil Rekomendasi tapi Tidak Mengabdi di NTT 

Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Sadikin berang dengan tindakan sejumlah dokter. Ia mengaku banyak dokter yang hanya mengambil

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
DIALOG - Menteri Kesehatan RI Budi Sadikin saat berdialog dengan Dirut RS Ben Mboi, RS Ngoerah Bali dan RS PON Mahar Mahardjono.  
Ringkasan Berita:
  • Banyak dokter menggunakan rekomendasi daerah (termasuk NTT) hanya untuk mengambil spesialis, tetapi enggan kembali mengabdi.
  • Indonesia kekurangan sekitar 70 ribu dokter spesialis, dengan distribusi terkonsentrasi di Jakarta.
  • Membuka 500 sentra pendidikan dokter spesialis di berbagai RS daerah, termasuk RS Ben Mboi di NTT.
  • Tujuannya agar dokter lokal bisa belajar tanpa harus bersaing di Jawa dan tetap mengabdi di daerah asal.

 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Sadikin berang dengan tindakan sejumlah dokter. Ia mengaku banyak dokter yang hanya mengambil rekomendasi dari di daerah, tapi enggan mengabdi, termasuk di Provinsi NTT. 

Banyak dokter yang hanya melakukan akal-akalan agar bisa mendapat rekomendasi dari daerah untuk bisa mengambil spesialis. Sisi lainnya, mereka tidak melakukan tugas setelah mendapat gelar demikian. 

Budi mengatakan, Indonesia mengalami kekurangan dokter spesialis 70 ribu dan distribusinya tidak merata, bahkan hanya terkonsentrasi di Jakarta. Daerah mengalami kesulitan dengan hal itu, salah satunya di Provinsi NTT. 

Baca juga: Mendorong Peran Perempuan NTT Dalam Transisi Energi Berkeadilan

 

 

"Kementerian Kesehatan ingin meratakan dan menambah dokter spesialis. Bapak Presiden sudah menginstruksikan ke saya untuk menambah 500 sentra pendidikan supaya dokter di NTT yang mau menjadi spesialis tidak berkompetisi dengan dokter di Jawa masuk ke Unair, UI," ujarnya, Sabtu (16/11/2025). 

Sehingga, Kemenkes akan membuka RS sebagai sentra pendidikan. Salah satunya RS Ben Mboi yang harus melakukan hal itu. Tujuannya agar mengakomodasi dokter dari NTT. Memang banyak pihak yang belum paham mengenai transformasi macam ini. 

Budi mengakui ada orang yang menolak langkah untuk membuka pendidikan lewat RS. Padahal negara lain justru membuat terobosan demikian. Jika itu tidak dilakukan, maka RS di daerah kesulitan mendapat dokter spesialis. Daerah juga kewalahan memeroleh dokter spesialis dari daerah. 

Ia mengatakan, perubahan ini mungkin mengganggu pihak lain, tapi satu sisi justru RS di daerah mendapat sumber daya yang baru. Harusnya ada kesempatan yang sama bagi para dokter setiap wilayah. 

"Kekurangannya besar sekali. Untuk jantung saja kurangnya mungkin 350-an," kata dia 

Untuk itu sentra pendidikan dengan peralatan lengkap harus dilakukan oleh Kemenkes. Dengan begitu maka, tidak perlu ada lagi dokter diambil dari RS yang lebih besar seperti di Jakarta. Sehingga dokter spesialis yang ada tidak perlu lagi keluar dari dari NTT. 

Budi mengatakan, fenomena sekarang ini jika ada dokter yang berasal dari luar daerah, kebanyakan hanya bertahan satu atau dua tahun. Selebihnya, mereka akan meninggalkan NTT dan mencari pendapatan lebih besar. Kemenkes, kata dia, ingin mencegah hal itu. 

"Sekarang SIP sudah dipegang Kemenkes, kalau dokter yang kabur kita tutup SIP. Dia harus tanggung jawab, di daerah asal yang memberikan rekomendasi atau beasiswa. Dulu kalau ada SIP di kita masih bisa, sekarang kita kunci SIP kalau kabur-kabur," ujar Budi. 

Persoalan dokter yang tidak lagi melakukan pelayanan karena beragam masalah. Untuk itu, pihaknya menginginkan untuk masalah ini tidak lagi terjadi. Termasuk, tidak boleh ada aksi seremonial semata dari tiap RS dalam setiap pelayanan. 

Budi juga menyoroti seorang dokter dari RS Ben Mboi yang kini tengah menjalani spesialis dokter. Ia bahkan meminta jajaran agar melapor mengenai masalah ini. Ia ingin masalah distribusi dokter agar cepat diselesaikan. 

"Banyak dokter nakal, dia minta rekomendasi buat belajar dari NTT. Begitu dia selesai, dia lari ke Surabaya. Kalau mendapat rekomendasi dari NTT, kerja dong di NTT. Dia harus balik ke NTT," katanya. 

Budi juga menegaskan agar Dinas Kesehatan Provinsi NTT memprioritaskan anak-anak atau dokter dari NTT. Ia mengancam akan mencabut SIP dokter yang mendapat rekomendasi dari NTT jika tidak bekerja di Provinsi NTT. 

"Pastikan RS Ben Mboi dia bisa bedah vaskular, atau bedah lainnya. Pastikan itu bedah rata. Jadi jangan mepet. Kita bagi sistem merata, jangan karena rebutan uang, diatur dengan baik. Berikan layanan yang baik, kita berikan gaji yang cukup," ujarnya. 

Dia mengatakan, dokter spesialis di Indonesia sangat kurang. Sehingga perlu dibuka seluas-luasnya agar mereka bisa belajar lebih mudah. Sistem lama perlu diurai. Sekalipun itu ada pihak yang terganggu. 

"Distribusi yang tidak merata karena sistemnya kita terkonsentrasi di Jawa. Dokter hanya mencari gelar, dengan mencari rekomendasi dari daerah. Niatnya bukan untuk kepentingan daerah tersebut tapi untuk pribadi. Itu kira harus kita rapikan," ujarnya.

Dia mengatakan, budaya ini harus dirubah. Ia meminta tidak boleh ada yang sungkan termasuk media massa untuk menyampaikan kritikan atau masukkan ke Kemenkes. Dengan begitu maka, masyarakat di daerah bisa terlayani dengan baik, tanpa harus mengeluh kekurangan dokter spesialis. 

Direktur RS Ben Mboi dr Annas Ahmad mengaku, RS Ben Mboi telah melaksanakan berbagai skema agar semua dokter bisa bekerja dengan baik. Salah satunya adalah, berbagai operasi yang tidak sekadar seremonial semata. 

Hal yang sama juga menyangkut dokter spesialis. Sejauh ini ada beberapa dokter tengah mengambil spesialis dan akan kembali mengabdi di RS Ben Mboi. 

Kepala Dinas Kesehatan drg Iien Adriany mengatakan pihaknya terus melakukan pemantauan secara serius bagi semua dokter yang mendapat rekomendasi dari NTT. Ia mengaku, telah ada skema yang disiapkan termasuk membawa dokter spesialis dari NTT bisa diangkat sebagai ASN maupun pembagian tindakan bersama BPJS Kesehatan. (fan) 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved