Berita TTS

GENTING, Jembatan Empati Penyelamat Generasi dari Stunting di TTS

Timor Tengah Selatan (TTS), sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya tentang keindahan alamnya yang eksotis, tetapi juga tentang

Editor: Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM/HO-DOK.BKKBN NTT
SENANG - Wajah senang dari Derly Banamtuan (28), seorang ibu di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Ia tengah hamil 8 bulan. Derly merupakan penerima program GENTING yang dilaksanakan BKKBN. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Timor Tengah Selatan (TTS), sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), bukan hanya tentang keindahan alamnya yang eksotis, tetapi juga tentang perjuangan sunyi yang menghantui masa depan generasinya. 

Dengan angka prevalensi stunting yang mencekik hingga 56,8 persen (Survey Status Gizi Indonesia, SSGI-2024), jauh melampaui rata-rata provinsi NTT sebesar 37 % , TTS tengah berada dalam kondisi genting. 

Angka ini berarti, lebih dari separuh balita di sana berisiko gagal tumbuh kembang, kehilangan potensi terbaik mereka. Bahkan, stunting di TTS  menjadi yang tertinggi di Provinsi NTT.

Di tengah kegentingan itulah sebuah harapan disulut melalui Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting). Gerakan ini menjadi jembatan empati, menggerakkan hati ratusan orang tua asuh untuk langsung turun tangan menyelamatkan masa depan generasi dari ancaman stunting.

 

Baca juga: Ekonomi Sulit, Penyintas Lewotobi di Hunian Sementara Sulit Beli Listrik non Subsidi

 

 

Secuil Surga yang Tak Mudah Dihuni

Di antara desa-desa yang berjuang, berdiri Desa Pusu, di Kecamatan Amanuban Barat. Desa ini adalah saksi bisu perjuangan harian manusia  melawan alam. 

Secara geografis, Pusu berada di tanah yang cenderung kering, curah hujan tak menentu, dan kontur perbukitan yang menantang. Kekeringan alam ini menjadi akar masalah. 

Di kaki bukit Amanuban Barat, ketersediaan air bersih seringkali menjadi barang langka. Keterbatasan sumber daya vital ini menghantam stabilitas hasil panen, membuat produksi pangan lokal, meski Amanuban Barat dikenal sebagai penghasil ubi jalar, menjadi tidak menentu.

Maka, di sana, gizi menjadi barang mahal. Sulitnya air membuat warga tak mudah menanam pangan beragam, dan alhasil, mendapatkan asupan nutrisi seimbang untuk anak-anak dan ibu menjadi sebuah kemewahan. Isu stunting pun tak lagi sekadar statistik, melainkan bayangan kelam yang menghantui setiap senyum bayi yang baru lahir.

Ungkapan "Baru Pertama Kali" Menggugah Jiwa


Namun, di tengah gersangnya musim, uluran tangan datang. Ketika paket nutrisi  suplemen vitamin dan sumber air bersih tiba di Pusu, ia membawa makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar bantuan fisik.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved