Berita Ende
Penguasa Langit Flores Terancam Punah, Tinggal 100 Pasang
Program penelitian dan adopsi sarang Burung Elang Flores di Kecamatan Wolojita, Selasa 30 November 2021 disambut antusias menyelamatkan Elang Flores.
Laporan Reporter TRIBUN FLORES.COM, Oris Goti
TRIBUN FLORES.COM,ENDE-Kepedulian sekelompok masyarakat di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende peduli dengan keberadaan Elang Flores membentuk kelompok peduli Elang Flores atau disebut Jatabara diapresiasi luar biasa. Jatabara dalam Bahasa Ende Lio berarti elang besar berwarna putih.
Elang Flores merupakan satwa liar yang hidup di Kawasan Taman Nasional Kelimutu dan sekitarnya di Kabupaten Ende dikhwatirkan punah, karena jumlahnya tinggal 100 pasang.
Melalui program penelitian dan adopsi sarang burung Elang Flores digelar di Kecamatan Wolojita, Selasa 30 November 2021 diharapkan menyelamatkan satwa ini dari kepunahan.
Grand launching program ini disambut antusias masyarakat setempat yang sudah lama peduli dengan keberadaan Elang Flores.
Baca juga: Obat Kuat Beredar di Ende, Salah Gunakan Berdampak Kematian
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang, Erwin, menjelaskan Elang Flores tidak hanya hidup di Kawasan Taman Nasional Kelimutu. Sejak tahun 2015, Elang Flores juga hidup, membuat sarang dan berkembangbiak di Kecamatan Wolojita yang merupakan wilayah penyangga Taman Nasional Kelimutu.
Pemerintah kecamatan dan Kelurahan Wolojita serta Balai Taman Nasional Kelimutu Ende mendukung dan memfasilitasi kelompok Jatabara. Kelompok ini bahkan rutin mendapat pembinaan dan menjadi kelompok binaan Balai Taman Nasional Kelimutu.
Kepedulian dan respon positif masyarakat ini kemudian diwadahi melalui program adopsi sarang burung Elang Flores terancam punah.
"Kami berinisiatif memberikan apresiasi kepada masyarakat pelestari Elang Flores dalam bentuk program kegiatan yang berdampak positif tidak hanya bagi Elang Flores sebagai satwa objek, namun juga kepada komunitas," ujar Erwin.
Baca juga: Jual Kosmetik Tanpa Izin Edar, Warga Ende Didenda Rp 5 Juta
Program adopsi sarang Elang Flores dijalankan oleh tim yang dikomandoi Oki Hidayat. Oki,salah satu staf peneliti yang sudah 11 tahun malang melintang meneliti burung-burung yang ada di NTT.
Erwin menceritakan, pada tahun 2021 ini terdapat satu anak Elang Flores yang telah menetas dan tumbuh sehat. Kini anak elang tersebut telah mampu berburu makanannya sendiri dan hidup mandiri.
"Ini merupakan sebuah pencapaian besar dan sangat berarti bagi peningkatan populasi jenis ini, yang diperkirakan saat ini hanya tersisa 100 pasang di alam," ungkap Erwin.
Keberadaan dan kehidupan Elang Flores di Wolojita, kata dia, merupakan informasi yang sangat berharga dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya dunia ornitologi.
Baca juga: Penangkapan Narkoba Bos Agogo Ende Belum Diketahui BNN NTT
Sehubungan dengan itu, Erwin mengatakan, diperlukan instrumen pencatatan dan pengumpulan data yang tepat baik dari sisi teknik dan metode agar informasi tersebut dapat bernilai secara saintifik.
Dia menguraikan, model pemantauan, pencatatan dan pelaporan aktifitas Elang Flores yang dilakukan oleh kelompok Jatabara merupakan bentuk citizen science.
Tim memberikan keterampilan dan peningkatan kapasitas kelompok dalam hal pencatatan data di lapangan dalam bentuk pelatihan penggunaan teropong, teknik fotografi burung serta berbagai skills lainnya.
Untuk menguatkan citizen science ini dibuat pula aplikasi mobile untuk mencatat data habitat, merekam informasi pohon penting, sarang bagi Elang Flores serta simpul database pengamatan catatan perjumpaan.
Baca juga: BNN NTT Gerebek Pengusaha Ende dengan Paket Narkoba di dalam Mobil
"Selanjutnya kami juga melakukan ekoliterasi Elang Flores di SDK Wolojita," jelasnya.
Kegiatan tersebut, untuk membangun pengetahuan dan kesadaran sejak dini mengenai burung Elang Flores.
"Kami membuat sebuah perangkat berupa activity book Elang Flores, sebuah media bergambar dengan ilustrasi menarik yang diselingi dengan aneka permainan di dalamnya," ujar Erwin.
Erwin mengakui antusiasme siswa dan tenaga pendidik begitu tinggi. "Kami berharap ke depannya buku ini dapat dijadikan salah satu muatan lokal pendidikan konservasi yang berada di dalam kurikulum sekolah," kata Erwin.
Baca juga: DPC PDIP Ende Gulirkan 18 Nama Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Ende
Selanjutnya yang tak kalah penting lanjut Erwin, yaitu pihaknya telah melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya kelompok tenun ikat.
Pihaknya mendorong kelompok tenun ikat untuk membuat atau menciptakan motif baru yaitu motif Elang Flores.
Dengan terciptanya motif ini, pihaknya ingin mencoba mensinergikan, mengikat dan menyatukan antara budaya dan pelestarian Elang Flores.
Motif Elang Flores yang berada di tenun ikat, sebagai simbolisasi keterikatan yang kuat Elang Flores dan masyarakat.
Baca juga: BKKBN Ende Susun Grand Design Pembangunan Kependudukan 2025-2045
"Kami juga perlu sampaikan bahwa kami juga telah mengkomunikasikan karya tenun ikat motif Elang Flores ini kepada Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi NTT (Dekranasda). Mereka siap untuk membeli tenun ikat motif Elang Flores karya mama-mama penenun dari Wolojita,"ungkapnya.
Selain itu kata Erwin, akan ada bantuan peralatan pemantauan elang seperti teropong binocular, kamera digital, GPS serta sejumlah peralatan lainnya, yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memantau keberadaan dan aktifitas Elang Flores di Wolojita.
Pihaknya berterima kasih kepada sejumlah pihak, diantaranya Airnav Indonesia, Pemda NTT dan masyarakat yang telah berkenan bersinergi bersama pihaknya untuk mewujudkan terlaksananya program adopsi sarang Elang Flores.
Sekretaris Badan Standarisasi Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nur Sumedi, mengatakan kehadiran pihaknya merupakan bentuk nyata kepedulian terhadap kelestarian salah burung pemangsa (raptor) yang paling terancam di Indonesia itu.
Baca juga: Erik Rede Raih Suara Mayoritas Pemilihan Wakil Bupati Ende
Sumedi mengatakan, Elang Flores kerap berkonflik dengan masyarakat. Burung ini kerap menerkam ayam-ayam milik masyarakat yang berkeliaran di kampung.
"Sesungguhnya itu terjadi karena sifat insting liar Elang Flores untuk berburu mangsa,"imbuhnya dalam sambutan virtual.
Sang penguasa langit Pulau Flores itu kini terdesak kehidupannya, seiring dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan akan lahan untuk kepentingan manusia.
Sumedi menyebut banyak hutan atau daerah dengan tutupan vegetasi yang baik telah berubah fungsi dan wujudnya. Ada yang menjadi permukiman, ladang, sawah, jalan dan segala bentuk hasil karya manusia.
Sang elang kini kehilangan habitatnya, mereka terdesak dan akhirnya tidak ada pilihan lain untuk hidup beradaptasi berdampingan dengan manusia.
Baca juga: Muammar Abubakar Pimpin Gerakan Pemuda Ansor Ende
"Elang Flores merupakan jenis oportunistik, artinya mereka memilih tempat hidupnya tanpa memandang apakah itu kawasan hutan yang baik atau kawasan di sekitar permukiman," kata Sumedi.
Selama lokasi tersebut menyediakan pakan yang berlimpah, maka mereka akan beradaptasi untuk mampu hidup pada lokasi-lokasi yang cukup ramai dengan aktifitas manusia.
Keberadaan Elang Flores di luar kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam harus mendapat perhatian secara serius.
Hingga kini model pengelolaan Elang Flores di luar kawasan konservasi belum pernah disusun.
"Oleh karena itu melalui penelitian dan pengembangan adopsi sarang diharapkan mampu menghasilkan sebuah protokol atau standar pengelolaan satwa liar khususnya burung terancam punah dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor utama atau ujung tombak pelestarian,"ujar Sumedi.
Baca juga: Pemda Ende Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Dia berharap, kegiatan ini akan berdampak signifikan terhadap upaya pelestarian Elang Flores.
Grand launching ini bermanfaat sebagai sarana mengenalkan, mengkomunikasikan dan menarik perhatian publik sekaligus deklarasi bersama antara berbagai stakeholder untuk turut mendukung pelestarian Elang Fores di Kabupaten Ende.
Diharapkan pula mampu menggugah berbagai pihak untuk turut serta secara aktif dalam program pelestarian Elang Flores khususnya di wilayah Kabupaten Ende.
"Kita berharap terlibatnya stakeholder terkait untuk ikut berkontribusi dalam kegiatan adopsi sarang Elang Flores seperti BUMN, BUMD, perusahaan swasta maupun pihak perorangan," kata dia.
Bupati Ende Djafar H Achmad, mengapresiasi kegiatan pengembangan adopsi sarang burung terancam punah Elang Flores.
Pemerintah daerah Ende kata Djafar, berkomitmen bersama semua pihak untuk tetap menjaga kelestarian Elang Flores dari kepunahan.
"Saya mengajak para camat, kepala desa, mosalaki (tokoh adat) dan masyarakat Ende untuk kita berkomitmen menjaga Elang Flores dari kepunahan. Karena burung ini hanya hidup di daerah kita," kata dia.
Djafar pun memerintahkan stafnya untuk memasukan dalam kurikulum muatan lokal di sekolah.
"Burung ini langkah itu tidak datang sembarang. Saya ingin ke depan Elang Flores ini juga dijadikan sebagai ikon pariwisata Kabupaten Ende, selain Danau Kelimutu,"kata dia.