Berita NTT

Ombudsman NTT Sebut Konflik Kepentingan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, Ungkap 8 Modus Korupsi

Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menyebutkan ada konflik kepentingan dalam pengadaana barang dan jasa pemerintah.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / HO-OMBUDSMAN NTT
DISKUSI - Hari Kamis 19 Januari 2023 lalu bertempat di Hotel Sotis Kupang, kepala Ombudsman NTT menghadiri undangan LSM Bengkel APPeK NTT dan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam rangka diskusi terbatas hasil penelitian studi kasus konflik kepentingan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Kepala Ombudsman Perwakilan NTT, Darius Beda Daton menyebutkan ada konflik kepentingan dalam pengadaana barang dan jasa pemerintah. 

Kedelapan; pekerjaan belum selesai namun pembayaran sudah dilakukan 100 persen.

Untuk itu pada forum tersebut Darius menyampaikan beberapa upaya pencegahan yang mesti terus-menerus dilakukan guna meminimalisir terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang jasa pemerintah antara lain,


pertama; Peningkatan kualitas SDM pejabat pengadaan barang jasa.

Kedua; Meningkatkan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) guna melakukan pendampingan maupun pengawasan pelaksanaan. Hal ini bisa dilakukan dengan permohonan PPK kepada inspektorat untuk melakukan probity audit sebagai mitigasi resiko mulai dari perencanaan.

Ketiga; Pendampingan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP).

Keempat; Penerimaan komisi atau fee dari pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) mesti tercatat sebagai lain-lain PAD yang sah.

Hal ini diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 31 ayat (4) huruf h Peraturan Pemerintah ini menyatakan; “Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah adalah penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi, dan atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya”.

Baca juga: Rehab Pelabuhan Lewoleba di Lembata Telan Dana Rp 83 Miliar

Ia mengatakan jika selama ini pendapatan dari sumber komisi atau fee semua proyek yang telah dilaksanakan belum atau tidak tercatat atau fee/komisi tersebut diberikan namun tidak disetor sebagai pendapatan daerah alias masuk ke kantong-kantong pribadi maka soal komitmen fee proyek tersebut sudah saatnya perlu diatur agar disetor ke kas daerah guna dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah.

"Terima kasih kepada LSM Bengkel APPeK NTT dan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas diskusi ini. Semoga bermanfaat,"ujar Darius.

Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved