Berita NTT

Vonis Mati Eks Vikaris, Sinode GMIT Minta Pemerintah RI Pertimbangkan Penerapan Hukuman Mati

Vonis mati yang dibacakan Pengadilan Negeri Kalabahi saat persidangan eks Vikaris (calon pendeta) Seprianto Ayub Snae, terdakwa kasus percabulan.

Editor: Hilarius Ninu
POS-KUPANG.COM/HO-ISTIMEWA
Ketua Sinode GMIT - Pdt. Dr. Mery Kolimon, S.Th., M.Th, (baju ungu), selaku Ketua Sinode GMIT saat kegiatan Sidang MPL PGI 2023 di Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Else Nago

POS-KUPANG.COM, KALABAHI - Vonis mati yang dibacakan Pengadilan Negeri Kalabahi saat persidangan eks Vikaris (calon pendeta) Seprianto Ayub Snae, terdakwa kasus percabulan terhadap 9 anak menuai banyak reaksi.

Salah satunya oleh Sinode GMIT. Sinode GMIT meminta agar Pemerintah Republik Indonesia mempertimbangkan penerapan hukuman mati.

Ketika dihubungi via pesan Whatsapp pada Minggu 12 Maret 2023, Pdt. Dr. Mery Kolimon, S.Th., M.Th, selaku Ketua Sinode GMIT kepada Pos-Kupang mengatakan pihaknya telah mengeluarkan rilis resmi.

"Ini rilis resmi kami," ujarnya membagikan rilis resmi tersebut.

Baca juga: PN Kalabahi Vonis Hukuman Mati Terdakwa Kasus Pencabulan 9 Anak di Alor NTT

 

 

Adapun terdapat 6 poin penting yang tertuang dalam rilis, yakni : 

-Mengenai vonis hukuman mati yang dikeluarkan hakim pengadilan negeri Kalabahi pada 8 Maret 2023, terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS, Majelis Sinode (MS) GMIT menghargai proses hukum yang berjalan. Tentu hakim sudah menimbang semua materi  persidangan,  seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan alat bukti lainnya.

-Dari sisi keadilan kepada korban, SAS patut dihukum. Kita semua belajar dari kasus ini untuk memberi efek jera demi mencegah kejahatan kekerasan seksual dan potensi yang sama terjadi di masa yang akan datang. Kita berharap terungkapnya kasus ini dan  proses peradilan yang sedang berlangsung, menjadi pembelajaran penting agar tidak ada lagi korban perempuan dan anak karena kejahatan serupa.

-GMIT terus berbenah untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terulangnya kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pelayanan gereja. Sebuah tim sedang mengerjakan dokumen perlindungan kepada kelompok rentan dalam pelayanan (safeguarding policy).

-Dalam persidangan MS ke-50, 28 Februari sampai dengan 4 Maret 2023, MS GMIT telah mengeluarkan pernyataan bahwa: “GMIT mengakui Tuhanlah Pemberi, Pencipta dan Pemelihara kehidupan. Kehidupan adalah nilai yang harus dijunjung tinggi oleh umat manusia. Karena itu manusia tak boleh membunuh saudaranya. Berdasarkan hal itu, GMIT meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia mempertimbangkan kembali penerapan hukuman mati yang akan dilaksanakan saat ini dan di waktu-waktu mendatang”.

-Atas dasar itu, GMIT terus bekerja bagi pemulihan korban kejahatan dan memperjuangkan hak hidup bagi siapa pun. Kami berkomitmen tetap berupaya melakukan pendampingan bagi anak-anak yang telah menjadi korban, melalui pelayanan Majelis Jemaat dan Majelis Klasis setempat dan dukungan Rumah Harapan GMIT. Dalam waktu dekat Tim Rumah Harapan GMIT akan berkunjung ke Nailang untuk melakukan monitoring dan evaluasi selepas keputusan pengadilan ini.

-Kami terus mendoakan semua pihak: Anak-anak korban, orang tua dan keluarga mereka, SAS, orang tua dan keluarganya, jemat-jemaat GMIT, para pengacara, jaksa, dan hakim yang mengadili perkara SAS, serta semua pihak yang memberi perhatian dalam proses hukum terhadap SAS.  Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa menyertai dan melindungi kita semua.

Sementara itu, pihak terdakwa berusaha melakukan upaya hukum lanjutan, dengan mengajukan banding atas vonis tersebut. (cr19).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved