Berita NTT

BBKSDA NTT Perhatikan Khusus Komodo dan Kura-kura Rote, Satwa Liar Penting di NTT

Untuk keanekaragaman fauna, Indonesia merupakan rumah dari sekitar 12 persen mamalia dunia (515 spesies), peringkat kedua setelah Brasil.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / HO-BBKSDA NTT
SATWA LIAR NTT - Satwa Liar NTT, Kura-kura Rote. Kura-kura rote merupakan kura-kura air tawar berleher panjang (side-necked turtle) yang berukuran sedang (medium size). 

Patroli dilakukan juga dengan melibatkan parapihak terkait. Upaya mencegah perdagangan ilegal serta penyelundupan biawak komodo keluar dari habitatnya dilakukan melalui Pengawasan Peredaran pada lokasi-lokasi strategis tertentu misalnya bandar udara dan pelabuhan laut.

Tempat pemeriksaan di pelabuhan dan bandara sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah peredaran ilegal.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang status populasi biawak Komodo dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem yang sehat dilakukan sosialisasi dan penyadartahuan tentang konservasi komodo kepada masyarakat pada wilayah penyangga dan memberikan edukasi ke siswa SD, SLTP, dan SLTA atau MA.

Dalam upaya pelestarian Biawak Komodo di Flores BBKSDA NTT juga bekerjasama dengan Yayasan Komodo Survival Program (KSP) membangun sarana Pusat Informasi Komodo Flores di Pota dengan tujuan untuk pusat informasi, edukasi, dan aktifitas lain yang menunjang pelestarian biawak komodo di Pulau Flores.

Selain LSM/NGO, BBKSDA NTT juga melibatkan Masyarakat Adat Suku Baar di Kabupaten Ngada untuk pelestarian Biawak Komodo di Semenanjung Torong Padang.

Baca juga: 13 Jam Bertaruh Nyawa Diatas Pesawat, Penumpang Tujuan Kupang Pasrah dan Berdoa

Untuk menekankan peran biawak Komodo sebagai bagian dari keanekaragaman hayati dan ekosistem pulau di Indonesia dan mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian spesies ini, BBKSDA NTT membentuk Relawan Peduli Komodo pada setiap wilayah penyangga habitat komodo.

Selain itu Balai Besar KSDA NTT bekerja sama dengan Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia, sesuai dengan mandat peraturan perundangan bahwa salah satu fungsi Lembaga Konservasi sebagai tempat cadangan genetik guna mendukung populasi in-situ yang antara lain dapat dimanfaatkan untuk pelepasliaran (restocking) ke habitat alaminya.

Pelepasliaran 6 (enam) ekor komodo di CA Wae Wuul pada September 2021 merupakan bukti nyata bahwa konservasi ex-situ dapat mendukung konservasi in-situ (strategi ex-situ linked to in-situ).

Kegiatan pelepasliaran ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan populasi Komodo di alam (in situ).

Dalam proses pelepasliaran, dilakukan pula rangkaian kegiatan pendukung berupa; sosialisasi di berbagai lokasi termasuk di Labuan Bajo khususnya di desa sekitar CA Wae Wuul, pelatihan pengoperasian telemetry GPS dan pengolahan data untuk monitoring pasca pelepasliaran yang akan dilakukan selama 3 (tiga) tahun di lokasi pelepasliaran.

Keberadaan spesies kura-kura rote yang sudah tidak dapat dijumpai di habitat alaminya memerlukan upaya pemulihan dengan dukungan kegiatan konservasi eksitu.

Konservasi eksitu spesies ini nantinya akan menjadi penyedia individu yang akan dikembalikan ke habitat alaminya (reintroduksi). Konservasi eksitu dilakukan melalui pengelolaan populasi dalam suatu fasilitas koloni.

Penyediaan indukan kura-kura rote dilakukan melalui raptriasi dari luar negeri. Repatriasi Tahap pertama dilakukan pada September 2021 sejumlah 13 ekor, sedangkan Repatriasi Tahap Kedua dilakukan pada Agustus 2023 dengan mengembalikan sejumlah 33 ekor kura-kura lagi ke Indonesia.

Individu repatriasi ini berasal dari hasil pengembangbiakan di kebun binatang di Amerika dan Austria.

Program ini merupakan kerja sama antara BBKSDA NTT dengan WCS IP (Wildlife Conservation Society Indonesia Program). Hingga saat ini individu-individu hasil repatriasi tersebut telah menetaskan 37 individu tukik kura-kura rote.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved