Banjir Bandang di Mauponggo

Akses Terputus Akibat Banjir, Balai PJN NTT Akan Bangun Dua Jembatan Beli di Mauponggo

"Kedepannya nanti kami akan mengirimkan dua jembatan beli untuk kedua titik ini untuk menjadi jembatan sementara

Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/ALBERT AQUINALDO
JALAN DARURAT - Bekas jembatan Teodhae 1 yang menghubungkan Kampung Puuboa–Sawu yang rata dengan tanah akibat terseret banjir bandang. 

"Waktu itu waktu kami naik kesini tepatnya di jembatan Teodhae 2 itu, pas kami mau nyebrang, jembatan putus dan ada satu rumah yang terbawa banjir dan waktu itu kami tidak berani lewat karena banjirnya besar, lebarnya itu sekitar 30 an meter," ungkap Wilhelmus.

Pada saat itu, Ia dan beberapa warga Desa Sawu yang melihat dahsyatnya banjir tersebut sempat mengingatkan satu keluarga yang berjumlah enam orang yang berada di dalam sebuah rumah dekat bantaran Kali Lowo Koke untuk segera mengevakuasi diri.

Namun, keenam warga tersebut tidak mengindahkan anjuran tersebut

Wilhelmus dan beberapa warga lainnya sempat berkeliling memantau kondisi di beberapa lokasi lainnya di areal bantaran Kali Lowo Koke.

Tak berselang lama kemudian, Kepala Dusun 2 Desa Sawu meminta Wilhelmus mencari sensor untuk memotong beberapa pohon yang terbawa banjir karena ada seorang warga yang tertendes pohon dan berteriak minta tolong.

"Waktu itu korbannya kita belum tahu, kami tahunya baru bibi itu yang teriak minta tolong, dan setelah itu kami langsung usaha cari sensor," kata dia.

Namun, usaha mencari sensor itupun membutuhkan perjuangan ekstra karena beberapa ruas jalan yang mereka tuju untuk mencari sensor pun sedang terjadi longsor.

Sedangkan ke arah Mauwaru, air meluap di jembatan Mauwaru. Hingga ia memutuskan untuk menuju arah timur menuju Kampung Aewore. 

Namun karena sedang terjadi banjir besar, Ia dan beberapa warga yang diajak mencari sensor memutuskan berjalan kaki hingga ke rumah yang dituju yakni di Desa Keliwatulewa dan meminta sensor.

"Setelah kembali ke Desa Sawu, saya langsung ajak anak-anak muda yang duduk disitu untuk bantu tapi waktu itu banyak yang pakai parang sedangkan kayunya besar-besar," kata Wilhelmus.

Pada saat itu, ungkap Wilhelmus, mereka belum mengetahui jumlah korban lainnya yang terjebak di dalam rumah yang berada di bantaran Kali Lowo Koke.

"Yang kami tahu waktu itu hanya bibi yang terisi minta tolong, dia tertendes kayu dan teriak kesakitan jadi kami hanya dengar suaranya dia, yang tiga orang lainnya di dalam rumah ini kami belum tahu, apakah sudah meninggal atau belum kami belum tahu," tuturnya.

Dengan peralatan seadanya dan hanya mengandalkan satu buah mesin sensor, Wilhelmus dan beberapa warga lainnya berupaya menolong perempuan yang berteriak minta tolong. 

"Waktu itu kami hanya dengar suara bibi yang teriak menjerit kesakitan karena masih tertendes kayu, kami hanya bilang bibi sabar, bibi sabar kami masih potong kayu yang besar-besar ini, bibi ini ada di sebelah atas sedangkan om yang tiga orang ini kami belum tahu waktu itu bagaimana kondisinya, om sama anaknya sama bapa mertuanya," ungkap Wilhelmus.

Setelah beberapa kayu berhasil terpotong, mereka kemudian mengevakuasi ketiga korban yang sudah tidak bernyawa lagi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved