Opini Dosen Unika Ruteng
Keniscayaan Bahasa Indonesia
Kesadaran ini perlu kita pertahankan dan bentengi dengan strategi dan siasat positif untuk membingkai dunia dengan memajukan Bahasa Indonesia
Oleh: Bernardus Tube Beding
Dosen PBSI Unika Santu Paulus Ruteng
Hati siapa yang tak akan berkobar-kobar—bagaikan hati seorang Ibu ketika melahirkan buah hatinya dengan selamat dan sehat—ketika mendengar ada orang asing yang mempelajari dan menjadi pakar bahasa nasional kita, Bahasa Indonesia. Kita merasa bangga dan tentu mengacungkan jempol tanpa kompromi atas identitas bangsa kita ini. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan di negara-negara berkembang sudah menggunakan Bahasa Indonesia sebagai salah satu mata pelajaran dan mata kuliah yang mendapat porsi sama sebagai bahasa asing seperti yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia yang memilih bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah.
Kesadaran ini perlu kita pertahankan dan bentengi dengan strategi dan siasat positif untuk membingkai dunia dengan memajukan Bahasa Indonesia ke taraf internasional. Satu sisi, Bahasa Indonesia–dalam percaturan komunikasi dunia–memang belum seberapa karena bahasa yang besar adalah milik bangsa yang besar. Namun, sejarah telah menuliskan Bahasa Indonesia memiliki kekhasan. Bahasa Indonesia itu unik, punya keistimewaan yang tidak dapat dimungkiri. Kebudayaan lokal menjadikannya demikian, walaupun belum begitu meroket. Justru banyak bangsa asing yang haus dan merindukan ‘yang berbeda’, lain dari yang lain seperti Bahasa Indonesia. Dengan jiwa besar, kita harus mengakui bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang besar karena dipakai oleh seluruh rakyat Indonesia. Apalagi secara politis kedudukan Bahasa Indonesia sudah sangat kuat, yaitu sebagai bahasa nasional, bahasa resmi negara, dan sebagai bentuk kepribadian bangsa. Bahasa Indonesia sudah dipakai oleh jutaan orang Indonesia. Namun, pembiasannya belum membentuk sudut tumpul karena pemakai Bahasa Indonesia sebagian besar mengumpul di Indonesia.
Selain kekayaan kebudayaan lokal menjadikan Bahasa Indonesia beraroma khas, sistem bahasanya sederhana sehingga mudah dipelajari bangsa lain. Deretan sistem kebahasaan mulai dari huruf hingga wacana selalu menampilkan kemudahan untuk dipelajari, baik secara fonologis, morfologis dan sintaksis.
Bahasa Indonesia menjadi pendukung kebudayaan Indonesia yang tersebar di berbagai etnis di Indonesia. Bangsa asing yang ingin menghayati, mendalami budaya Indonesia dan budaya lokal tentu harus menyeberanginya melalui jembatan Bahasa Indonesia. Penguasaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar sangat membuka peluang menggali kebudayaan di dalamnya. Moscow State University (MSU) di Moskwa, Rusia memilih Bahasa Indonesia sebagai salah mata kuliah untuk memenuhi prasyarat pembelejaran Sejarah Indonesia. “Saya belajar bahasa Indonesia dua tahun,” kata Nikita, mahasiswa Rusia yang belajar sejarah Indonesia di MSU. Ia tertarik keragaman budaya Indonesia. Kata Nikita, setiap tahun sekitar 7 mahasiswa Rusia belajar tentang Indonesia di MSU (Kompas, Rabu, 5 Juni 2013:36). Hal ini menunjukkan Bahasa Indonesia menggambarkan kekayaan budaya dan seni yang menarik dunia untuk mempelajarinya. Dengan demikian, secara tersirat Bahasa Indonesia menampilkan jati diri bangsa Indonesia. Bangsa asing sangat sulit untuk mengenal jati diri bangsa Indonesia tanpa menguasai Bahasa Indonesia. Dengan sendirinya substansi bahasa adalah sarana komunikasi. Oleh karena itu, dalam memperjuangkan Bahasa Indonesia untuk mampu membingkai dunia, sifat nasionalisme, kebudayaan, sistem, dan kepribadian bangsa Indonesia yang diwadahi oleh Bahasa Indonesia harus menjadi tolok ukur.
Baca juga: Unika Ruteng akan Kukuhkan 1.075 Lulusan Pendidikan Profesi Guru Periode II Tahun 2025
Kita perlu mengakui jangkauan pemakaian Bahasa Indonesia memang belum seluas pemakaian bahasa Inggris, Arab, Cina, Spanyol, dan Prancis yang pemakaiannya menyebar dan memikat dunia. Meskipun demikian, kita wajib bersyukur dan berani mengacungkan jempol kebanggaan memiliki Bahasa Indonesia karena hingga sekarang masih banyak bangsa dan negara besar lain justru tidak memiliki bahasa sendiri. Mereka menggunakan bahasa warisan dari negara penjajah. Padahal, bahasa adalah pembentuk jati diri, identitas, semangat nasionalisme suatu bangsa. Bangsa yang tidak memiliki bahasa sendiri dan ikut memakai bahkan memiliki bahasa bangsa lain, dapat dibayangkan seperti apa jati diri, identitas, dan spirit nasionalismenya. Bercermin pada keadaan seperti itu, bangsa Indonesia dapat “menjual” Bahasa Indonesia agar bangsa lain mau datang ke Indonesia untuk “membeli” (mempelajari) Bahasa Indonesia; atau setidak-tidaknya bangsa lain mau menaruh perhatian terhadap Bahasa Indonesia di negerinya.
Bahasa Indonesia sudah dan sedang berkembang dan membingkai dunia. Bahkan, disejajarkan dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia. Hal ini tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa ‘keunikan’ Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sudah memiliki sistem dan kaidah yang mapan. Bahasa Indonesia sudah memiliki pedoman ejaan, tata bahasa baku, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pedoman pembentukan istilah. Yang belum berhasil dibakukan adalah kaidah pelafalan kata. Fungsi Bahasa Indonesia semakin kokoh, baik sebagai sarana komunikasi antaretnis, maupun sarana komunikasi formal untuk kepentingan kenegaraan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, pembuatan undang-undang, dan lain sebagainya.
| Siswi SMK Negeri 3 Maumere Juara 5 Lomba 'Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat' |
|
|---|
| Tangis dan Amarah Keluarga Pecah dalam Sidang Perdana Kasus Kematian Prada Lucky |
|
|---|
| 91 ASN Politeknik Pertanian Negeri Kupang Dilantik, Momentum Peneguhan Komitmen Pengabdian |
|
|---|
| Unika Ruteng Gelar Konferensi Ilmiah ICEHHA ke-5, Dorong Pengetahuan untuk Aksi Nyata |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/flores/foto/bank/originals/Dosen-Berno-Unika-Ruteng.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.