Kisah Perawat di Flores Timur

Setia Merawat Pasien di Tengah Dahsyatnya Letusan dan Amukan Gunung Lewotobi

Pasien yang datang mengeluh pusing, mual, demam, gatal-gatal, bahkan muntah-muntah. Sejak erupsi berkepanjangan hampir 2 tahun terakhir

|
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
LAYANI PASIEN-Sejumlah pasien penyintas korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-kaki saat  mendapatkan pelayanan nakes di Puskesmas Boru, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Selasa, 15 Juli 2025. 

"Setiap saat mereka bersentuhan dengan abu, baik di rumah hingga puskesmas. Beberapa nakes kami juga kena ispa. Abu erupsi kali ini tebal sekali, orang-orang rentan sakit," katanya.

Nakes yang bertugas di Puskesmas Boru umumnya warga Desa Boru, Desa Pululera, Desa Boru Kedang, dan sekitarnya. Mereka tidak mengungsi karena tempatnya diklaim cukup aman dari lontaran batu dan guguran awan panas.

Perhatian nakes juga tertuju kepada anak-anak beresiko stunting dan gizi buruk di pos-pos pengungsian terpusat maupun mandiri. Seperti di Pos Lapangan (Poslap) Desa Konga, Poslap Kobasoma, Poslap Bokang Wolomatang, dan hunian sementara (Huntara).

 

 

 

Baca juga: TKK Ade Irma Labuan Bajo, Tidak Hanya Terima Siswa Baru, Tapi Juga Tempat Penitipan Anak

 

"Untuk masyarakat di sekitar gunung tetapi tidak diungsikan (Pemerintah) juga disiapkan nakes. Pelayanan tetap berjalan maksimal,"ujar Masni.

TRIBUNFLORES.COM beberapa kali melihat perawat Puskesmas Boru mengunjungi para pengungsi, khususnya saat pemberian asupan makanan bergizi bagi anak-anak stunting agar menunjang tumbuh kembang mereka. Giat di pengungsian itu tidak luput dari pemberitaan.

Puskesmas Boru ke posko pengungsian di Kecamatan Titehena sekitar 18 kilometer dan ditempuh sekitar 20 menit. Waktu sebenarnya lebih singkat, namun kondisi jalan yang penuh dengan pasir mengharuskan mereka agar tak buru-buru. Namun, ancaman letusan Gunung Lewotobi Laki-laki selama perjalanan membuat nyawa merinding.

Di tengah perjalanan, tepatnya Dulipali-Nobo, nakes akan melewati zona merah dengan jarak 3 kilometer dari pusat erupsi. Luncuran awan seringkali mengarah ke Jalan Trans Flores itu. Beberapa dari mereka pernah terjebak erupsi saat hendak pulang ke Puskesmas Boru.

Pasien mengapresiasi kerja keras para nakes Puskesmas Boru yang setia merawat pasien sesama penyintas. Pasien BPJS juga senang karena tanggungan biaya pengobatan gratis hingga mereka sehat kembali.

"Pelayanannya sungguh luar biasa. Berobat di sini gratis, saya tentu bersyukur bisa menjadi peserta BPJS," Ujar Regina Bare (56), penyintas asal Desa Hokeng Jaya.

Regina adalah salah satu dari 282.830 peserta BPJS di Kabupaten Flores Timur. Dia mengaku dipermudah saat mengakses kesehatan gratis, baik di puskesmas maupun rumah sakit.

"Saya mengakui dedikasi semua tim medis di sana (Puskesmas Boru). Sama-sama korban bencana, tetapi mereka bekerja siang dan malam demi semua pasien," katanya.

Berdasarkan data dari BPJS Maumere, jaminan kesehatan bagi Flores Timur mencapai 97.57 persen. Jumlah ini juga mencapuk penyintas korban erupsi yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, termasuk nakes Puskesmas Boru.

Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Flores Timur, Fredy Moat Aeng, yang mewakili Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, menaruh hormat kepada nakes yang setia merawat pasien di bawah teror erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

"Mereka orang-orang tangguh, sesama korban bencana yang menjadi garda terdepan dalam melakukan pelayanan bagi pasien, terutama ke sesama penyintas korban erupsi," ucapnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved